SOLOPOS.COM - Budi daya Bayam Brazil melalui Urban Farming oleh Rina Tri Wahyuni, Kamis (29/9/2022). (Solopos.com/Nova Malinda).

Solopos.com, BOYOLALI —Urban Farming dikenal dengan upaya memanfaatkan lahan sempit untuk ditanami sayuran atau buah-buahan, sehingga lahan menjadi lebih produktif.

Salah satu ibu rumah tangga di Dusun Dukuh Desa Kebonbimo Kabupaten Boyolali, Rina Tri Wahyuni berhasil memanfaatkan lahan sempit di rumahnya melalui urban farming, hingga raup cuan Rp1,5 juta setiap pekan.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Bermula dari mengisi waktu luang saat pandemi Covid-19, Rina mencoba bercocok tanam bayam brazil di teras rumahnya menggunakan pot Styrofoam sederhana.

Tak puas dengan hasil media tanam pot sederhana, Rina kemudian mencoba metode hidroponik yang dianggapnya lebih memiliki nilai ekonomis.

Ekspedisi Mudik 2024

Upaya Rina mengubah media tanam dari pot ke instalasi hidroponik tidaklah seketika berhasil, ia sempat bongkar pasang beberapa kali untuk membuat satu instalasi hidroponik.

“Saya sampai berkali-kali bongkar pasang ketika pembuatan instalasi hidroponik yang pertama kali itu, sudah jadi kok ada yang kurang, ganti lagi, seperti itu. Jadi semuanya saya belajar dari pengalaman yang keliru, kemudian saya benahi apa yang perlu dibenahi,” ucap dia kepada Solopos.com, Kamis (29/9/2022) di rumahnya.

Akhirnya Rina bisa membuat sekitar tujuh instalasi hidroponik yang bervariasi secara bertahap. Setiap satu instalasi tersebut mempunyai jumlah lubang tanam berbeda-beda, kata Rina, satu instalasi ada yang jumlahnya sekitar 200 lubang tanam.

Dari beberapa instalasi itu, Rina bisa memanen lima kilogram bayam brazil setiap satu pekan.

Usia panen bayam brazil, kata Rina, tergolong cukup singkat karena bayam brazil bisa dipanen dalam kurun 1,5 bulan.

“Dijual segar ada, seminggu [satu pekan] sekali, sekitar lima sampai enam kilogram. Panennya bergilir dari instalasi satu ke satu nya. Jadi setiap pekan sudah terjadwal,” ucap dia.

Dengan kurun dua tahun, kini, Rina memiliki lebih dari 700 lubang hidroponik dengan jenis sayuran utama bayam brazil, dan disisipi beberapa jenis sayuran lain untuk variasi.

Bayam brazil dapat dibeli oleh masyarakat dengan harga Rp5.000 setiap 200 gram nya.

“Selain menjual bayam brazil segar, kami juga seringkali menjual bibit tanamannya kepada konsumen. Selain itu, bayam brazil saya coba kembangkan menjadi menjadi produk olahan,” jelas dia.

Aneka hasil olahan bayam brazil tersebut meliputi es krim bayam brazil, kripik, jus, dan aneka produk lainnya. Pelan tapi pasti, Rina menuju integrated urban farming melalui upayanya dalam mengolah hasil panen bayam brazil.

Rina mengaku mulai memanfaatkan limbah sayur dan buah-buahan yang ada untuk dijadikan eco enzym. Selanjutnya, eco enzym tersebut diolah Rina menjadi berbagai produk sabun yang ramah lingkungan.

Dari hasil usahanya, setiap satu pekan Rina dapat mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

“Alhamdulillah, walau dimulai dari iseng, kini bisa menjadi pendapatan keluarga, selama kurun satu pekan saya bisa mendapatkan Rp1,5 juta dari penjualan bayam brazil dan produk olahannya,” ucapnya.

Untuk mempromosikan dan menjual hasil taninya, Rina menggunakan media sosial, seperti Instagram dan WhatsApp. Dengan begitu, masyarakat di lingkungannya dapat memesan sayuran hidroponik yang ia produksi.

Tak berhenti di situ, Rina pun berusaha menebarkan ilmu yang didapatnya dengan membuka kelas-kelas pelatihan untuk anak-anak dan masyarakat umum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya