SOLOPOS.COM - PELEPASLIARAN -- Salah satu dari dua Elang Alap-alap Jambul jenis betina diperiksa sebelum dilepasliarkan di kawasan hutan Suaka Margasatwa Waduk Sermo, Dusun Sermo, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulonprogo, Kamis (15/9/2011). (JIBI/Harian Jogja/Abdul Hamied Razak)

Cuaca Kamis (15/9/2011) di kawasan Pegunungan Menoreh, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo begitu cerah. Sinar matahari dari ufuk timur begitu santun menyapa, sehingga tak terlihat gumpalan kabut di kawasan hutan Suaka Margasatwa Waduk Sermo itu.

PELEPASLIARAN -- Salah satu dari dua Elang Alap-alap Jambul jenis betina diperiksa sebelum dilepasliarkan di kawasan hutan Suaka Margasatwa Waduk Sermo, Dusun Sermo, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulonprogo, Kamis (15/9/2011). (JIBI/Harian Jogja/Abdul Hamied Razak)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Beberapa pria berkaos hitam dengan tulisan RCI Raptor Club Indonesia, tampak membawa dua kotak kayu yang berisi dua burung pemangsa, Elang Alap-alap Jambul (Accipiter trivirgatus). Mereka ditemani sejumlah petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jogja untuk melepasliarkan satwa tersebut ke habitat aslinya.

Namun, upaya pelepasliaran burung tersebut rupanya bukan masalah yang mudah. Menurut Kepala Bidang Konservasi RCI Jogja, Lim Wen Sin, proses pelepasliaran satwa harus dilihat dari sejumlah aspek. Selain kesiapan satwa, kondisi alam alias ekosistem yang akan dihuni harus disesuaikan dengan karakteristik satwa tersebut.

“Elang Alap-alap Jambul ini termasuk jenis burung short wing, yang biasa terbang dari pohon ke pohon. Satwa ini cocok tinggal di hutan perbukitan, karena ia termasuk burung sensitive dan memilih menjauh jika keberadaannya diketahui manusia,” cerita Lim sebelum pelepasliaran burung pemangsa itu dilakukan. Menurutnya, sudah ada empat Elang Alap-alap Jambul yang terdeteksi di kawasan hutan konservasi perbukitan Menoreh. Bila ditambah dua ekor lagi, diharapkan habitat bertambah dan pelestariannya tercapai. Pasalnya, jelas dia, kerusakan dan kebakaran hutan yang terus terjadi telah mengancam keberadaan burung-burung pemangsa sejenisnya.

“Masa-masa seperti ini sebenarnya adalah musim migrasi Elang Alap-alap Jambul, baik dari wilayah Asia seperti dari wilayah Malaysia dan Filipina. Namun, karena asap kebakaran hutan, saat bermigrasi tidak sampai ke wilayah Jawa,” tuturnya.

Tertunda
Sementara, salah satu dari dua Elang Alap-alap Jambul yang akan dilepasliarkan urung dilakukan karena kondisi fisiknya tidak memungkinan. Menurut Kepala Bidang Falconry RCI Jogja, Boby Sri Hartanto, burung yang gagal dilepas ternyata sedang mengalami pergantian bulu sehingga tidak mampu terbang maksimal.

Dia menjelaskan, kondisi tersebut terkadang terjadi pada satwa yang akan dilepasliarkan. Selain karena sudah terbiasa dipelihara oleh manusia, satwa liar bisa kehilangan insting sehingga harus dilatih terlebih dulu sebelum dilepas kembali. “Secara fisik burung ini sehat, tetapi karena sedang berganti bulu, ia tidak bisa terbang. Umurnya masih belum setahun. Oleh karenanya, kami tunda dulu pelepasannya sampai siap untuk dikembalikan lagi ke habitatnya,” tandas Bobby.

Menurut Kepala Resort Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sleman, Sujiyono, kedua Elang Alap-alap yang akan dilepasliarkan itu sebenarnya merupakan barang sitaan. Keduanya berhasil disita dari seorang penjual burung, bernama Wiryono, warga Pereng Kembang, Balecatur, Gamping, Sleman, saat dilakukan Operasi Fungsional Polhut BKSDA Jogja di Pasar Satwa dan Tumbuhan Jogja, 16 Februari silam.

“Satu ekor kami titipkan di RCI Jogja sejak 19 April dan lainnya dirawat di BKSDA Jogja, sebelum dilepasliarkan. Semuanya jenis burung betina. Memang, masih banyak warga yang kesadaran terhadap satwa yang dilindungi masih rendah. Ini perlu disosialisasikan, agar kelestariannya terjaga,” tuturnya.

Sujiyono menegaskan, secara garis besar populasi burung di wilayah DIY turun drastis terutama usai terjadi erupsi Merapi 2010 lalu. Beberapa jenis burung pemangsa yang habitatnya terancam, termasuk Elang Jawa, Elang Hitam, Elang ular Bido dan Elang Alap-alap Jambul. Berdasar data BKSDA terbaru, jelas Sujiyono, burung pemangsa di DIY yang tercatat sampai 2010 hanya terdapat 13 jenis. “Makanan yang disukai Elang Alap-alap Jambul adalah belalang, tikus dan kadal. Itu semua masih banyak dijumpai di kawasan ini, harapannya agar burung ini bisa survive. Butuh kesadaran dan dukungan semua pihak, agar kelestarian hutan berikut marga satwa di dalamnya bisa dilestarikan,” pungkasnya.

Abdul Hamied Razak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya