SOLOPOS.COM - Anggota Esktrakurikuler Batik SMPN 17 Solo menunjukan proses pembuatan batik di Taman Balekambang, Kamis (24/10/2013). (Himawan Ardhi Ristanto/JIBI/Solopos)

 Anggota Esktrakurikuler Batik SMPN 17 Solo menunjukan proses pembuatan batik di Taman Balekambang, Kamis (24/10/2013). (Himawan Ardhi Ristanto/JIBI/Solopos)


Anggota Esktrakurikuler Batik SMPN 17 Solo menunjukan proses pembuatan batik di Taman Balekambang, Kamis (24/10/2013). (Himawan Ardhi Ristanto/JIBI/Solopos)

Sejak 2008 Ekstrakurikuler Batik dibentuk di SMPN 17 Solo untuk mewadahi anak didik untuk mencintai tradisi pembuatan batik. Puluhan hasil karya membatik anak didik seringkali dipamerkan pada aneka kegiatan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Maklum, sekolah ini sering diundang Disdikpora Solo untuk memamerkan produk kreasi batiknya, seperti pameran yang digelar dalam rangkaian peringatan HUT Taman Balekambang, Kamis (24/10/2013).

Stan batik SMPN 17 Solo menjadi salah satu stan yang banyak dikunjungi dan menjadi objek foto pengunjung lantaran, para siswa memeragakan proses pembuatan batik dari pembuatan sketsa pola hingga mencanting. Tak berhenti disitu, siswa pun tak hanya membatik di media kain, tetapi sudah berkembang ke patung kayu, topeng kayu, anyaman bambu, dan kertas.

Guru Seni Budaya SMPN 17 Solo, Bambang Budi Setiya, saat ditemui Solopos.com di Taman Balekambang saat itu mengatakan ekstrakurikuler batik dibentuk sejak 2008, setelah menggantikan ekstrakurikuler sablon yang bertahan hanya setahun. Diungkapkannya, salah satu alasan batik menggantikan sablon adalah karena batik dinilai lebih menjanjikan dibandingkan sablon. Selain itu biaya operasional sablon lebih tinggi.

“Saya selalu mengajak anak yang bergabung dengan ekstrakurikuler membatik agar serius dan komitmen. Percuma kalau anak enggak niat. Kalau sudah gabung dan berlatih kemudian mundur  saya minta ganti kain. Syukurlah anak-anaknya bisa komitmen,” ujar dia.

Ihwal kesulitannya memandu anak agar mahir membatik, ia mengatakan anak-anak mudah diajari, asalkan memiliki kemauan kuat. Ia mencontohkan anak didiknya dalam lima kali pertemuan sudah dapat mencanting. Selain itu, anak dibebaskan membuat pola batik agar anak menjadi senang membatik.  Seragam batik yang dikenakan siswa juga merupakan hasil desain siswa yang memenangkan lomba.

“Desain baju seragam batik ini sudah tiga tahun terakhir digunakan, itu murni hasil karya siswa,” terangnya sembari menerangkan saat ini ada 30 anak yang tercatat sebagai anggota Esktrakurikuler Batik.

Sementara itu, Anggota Esktrakurikuler Batik, Indriana, kelas VII, mengatakan sudah 1,5 tahun belajar membatik. Selama kurun waktu itu, ia telah membatik di media kayu, kertas dan kain. Diungkapkannya, membatik  menjadi hobi yang menyenangkan. Dia mengatakan  sudah memahami semua proses pembuatan batik .

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya