SOLOPOS.COM - Sejumlah pekerja melaksanakan aktivitas produksi berupa memilin benang dan menenun di industri batik tenun milik warga di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Jepara, Jumat (7/12/2012). (JIBI/SOLOPOS//Moh Khodiq Duhri)

Espos/Moh Khodiq Duhri
Sejumlah pekerja melaksanakan aktivitas produksi berupa memilin benang dan menenun di industri batik tenun milik warga di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Jepara, Jumat (7/12/2012). (M Khodiq Duhri/JIBI/SOLOPOS)

Sejumlah pekerja melaksanakan aktivitas produksi berupa memilin benang dan menenun di industri batik tenun milik warga di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Jepara, Jumat (7/12/2012). (JIBI/SOLOPOS//Moh Khodiq Duhri)

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Suara oklek bersahutan saat Solopos.com bersama rombongan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita) Soloraya menyambangi kediaman Hisam, saudagar tenun batik di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kebupaten Jepara, Jumat (7/12/2012).
Oklek merupakan sebutan alat tenun bukan mesin (ATBM). Alat tradisional ini terbuat rangkaian kayu, gulungan benang, sisir benang, dan perangkat lain itu hingga kini tetap digunakan warga Troso untuk menenun kain. Kecanggihan mesin tenun boleh bermunculan seiring perkembangan zaman.
Namun, alat tradisional itu tetap tak tergantikan di hati masyarakat Troso. Tenaga manusia tampaknya belum tergantikan dengan tenaga mesin. Justru karena dibuat dengan cara tradisional itu, kain tenun Troso, menjadi daya tarik tersendiri bagi kolektor batik tenun maupun wisatawan.
“Desa Troso bisa dikemas menjadi paket wisata yang menarik minat wisatawan. Kalau di Solo ada Kampung Batik Laweyan, di sini ada Kampung Batik Tenun Troso,” ujar Sekretaris DPC Asita Soloraya, Pri Siswanto.
Sebelum mengunjungi pabrik tenun batik di Desa Troso, rombongan Asita Soloraya mengunjungi sentra kerajinan berbahan dasar monel milik Abdul Rokhim, warga Kriyan, Kalinyamatan, Jepara. Di rumah Abdul Rokhim, pengunjung bisa menyaksikan aneka pernak pernik perhiasan berbahan dasar monel.
Pengunjung juga bisa melihat langsung proses pembuatan kerajinan monel dari awal hingga akhir. Beberapa perhiasan yang berbahan dasar monel itu meliputi cincin, kalung, gelang, dan lain-lain ini harganya cukup terjangkau. Keberadaan sentra kerajinan berbahan dasar monel ini mampu membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar.
Rata-rata pemilik usaha ini memberdayakan warga sekitar sebagai tenaga kerja produsen barang setengah jadi sebelum dipoles menjadi perhiasan yang siap dipasarkan. “Sentra kerajinan monel berpotensi menarik wisatawan. Namun jalur menuju sentra kerajinan monel itu relatif sempit. Barangkali Pemkab Jepara perlu menata ulang jalur masuk supaya mudah dilintasi bus-bus yang mengangkut wisatawan dalam jumlah besar,” tambah Ketua Asita Soloraya, Suharto, di hadapan Bupati Jepara, Ahmad Marzuki, dalam sebuah jamuan malam di Pendapa Setda Jepara.
Usai mengikuti jamuan makan bersama Bupati Jepara dan para pejabat, rombongan Asita diajak menyambangi Museum RA Kartini. Dalam museum itu, rombongan diajak melihat benda-benda peninggalan tokoh pejuang emansipasi wanita itu. Rombangan juga diajak melihat langsung sebauh bilik yang menjadi saksi sejarah saat RA Kartini dipingit.
“Kami mengakui potensi wisata di Jepara sangat besar. Sayangnya potensi ini belum ditunjang dengan infrastruktur yang memadai. Keterbatasan anggaranlah yang membuat kami belum mampu mewujudkan infrastruktur yang memadai ini,” ujar Bupati Jepara, Ahmad Marzuki.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya