SOLOPOS.COM - Kawasan Coyudan di Kota Solo sebagai pusat perdagangan emas. Foto diambil Rabu (8/2/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Eksistensi Coyudan sebagai pusat jual beli emas di Kota Solo dimulai sejak 1930.

Kawasan Coyudan di Kota Solo menjadi pusat perdagangan emas. Deretan toko perhiasan emas akan terlihat ketika melintas di kawasan tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Coyudan adalah nama kawasan di Kota Bengawan yang meliputi Jl. Yos Sudarso, Jl. Dr. Radjiman, Jl. Gatot Subroto, Jl. Bedhoyo, dan Jl. Kalilarangan. Sepanjang jalanan tersebut banyak toko perhiasan emas besar yang telah eksis sejak dulu, juga terdapat pedagang emas kaki lima yang berjajar membuka lapak di pinggir jalan.

Ketua Paguyuban Pedagang Emas Kaki Lima Sido Rukun di Coyudan, Joko, 60, menguraikan saat ini jumlah pedagang emas kaki lima sebanyak 130-an perajin. Mereka dulunya hanya membuka lapak di depan toko perhiasan besar. Menurutnya, di kawasan Coyudan mulai menjamur pedagang emas kaki lima sejak 1960-an.

“Dulu banyak yang enggak punya pekerjaan, terus nebeng buka lapak di toko emas. Memang pedagang dulunya datang dari Banjarmasin. Lambat laun banyak yang ikut membuka lapak, orang Solo juga ikut karena kurangnya lapangan pekerjaan pada waktu itu,” terang Joko, saat ditemui di lapaknya pada Rabu (8/2/2023).

Pedagang emas kaki lima, Asih, mengaku sudah lama membuka lapak, tepatnya sejak 1987. Awalnya, ia membuka lapak di dekat Pasar Klewer. Namun, ia memutuskan pindah di daerah Gajahan karena sudah terlalu ramai pedagang di tempat lama.

“Alatnya hanya timbangan, batu hitam untuk menggesek emas, buat tahu kadarnya. Semakin terang semakin tinggi kadar emasnya. Batu hitam ini khusus buat emas, dari Banjarmasin, Kalimantan,” terang Asih.

Ia membeli emas untuk dilebur kembali yang dibantu oleh tukang, kemudian dijual ke toko pengepul. Ia juga bisa menjual langsung tanpa dilebur jika emas dalam kondisi masih baik.

Dalam sepekan paling tidak ia bisa membeli 100 gram emas. Lapaknya paling ramai ketika musim masuk sekolah, karena banyak orang tua yang menjual emasnya untuk membeli seragam.

Kawasan Coyudan merupakan wilayah yang padat, baik oleh bangunan maupun aktivitas kawasan. Padatnya aktivitas formal kawasan memicu tumbuhnya sektor informal yaitu pedagang kaki lima.

Kepadatan ini ditambah dengan aktivitas lalu lintas di kawasan ini, di mana jalur ini merupakan jalur utama menuju kawasan perdagangan Singosaren, serta merupakan jalur penghubung antara Kota Solo dengan kota sekitarnya.

Dalam skripsi karya Novita Wisma Saputri yang berjudul Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas Kawasan Coyudan Surakarta Tahun 1985-1995, yang diakses dari laman Perpusatakaan Digital Universitas Sebelas Maret (UNS), disebutkan sejarah perdagangan emas di kawasan Coyudan Solo dimulai sekitar 1930-an. Di wilayah Coyudan ada sekitar sepuluh toko emas yang menjual berbagai perhiasan emas, perak, berlian bahkan permata. Toko emas tersebut antara lain Toko Emas Menjangan, Anoman, Gadjah, Semar; Doro; Rajawali; Kunci; Macan, dan Kumala.

Toko Emas Gadjah berdiri 1934 ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia, khususnya di Kota Solo. Toko Emas Gadjah pada awalnya dimiliki oleh seorang pedagang emas China yang bernama lan Kiem Tjiang.

Kemudian Toko Emas Rajawali berdiri 1960-an ketika masa Orde Baru yang memiliki banyak peningkatan dalam perekonomian. Toko ini dimiliki oleh salah seorang keturunan etnis China yang bemama Leumiek Tehiang (Santoso). Ia adalah generasi turun temurun dari kakeknya yang juga pedagang emas di Coyudan, bernama Tan Khoo Liat, pemilik Toko Emas Buaya yang sekarang sudah ditutup.

Sebelum menjadi pedagang emas di Coyudan, Tan Khoo Liat sempat merantau di Jakarta dengan berbisnis jual-beli emas. Awalnya ia hanya sebagai perajin emas yang memiliki kios kecil. Karena keinginannya untuk berbisnis emas di wilayah pedalaman, ia memutuskan untuk membuat kios atau pertokoan emas di wilayah Solo.

Bisnis dagang emas yang dikerjakan Tan Khoo Liat berjalan cukup lancar. Setelah mendirikan Toko Emas Buaya, ia menikahi seorang wanita pribumi dan menghasilkan keturunan. Sejak masa remaja, anak-anaknya selalu dididik untuk berbisnis sehingga ketika mulai dewasa dapat mewarisi bisnis dagangnya kepada anak keturunannya.

Toko Emas Rajawali dan Toko Emas Anoman adalah bukti warisan yang diberikan oleh Tan Khoo Liat kepada anak-anaknya. Tako Emas Rajawali dengan Toko Emas Anoman didirikan dengan tahun yang hampir bersamaan yaitu sekitar 1960-an.

Kemudian pada 1963 mulai bermunculan pemilik kios atau box yaitu kotak atau etalase kecil. Pedagang emas kaki lima ini berasal dari Banjarmasin yang merantau ke Pulau Jawa tepatnya di Solo. Orang Banjarmasin dulunya sudah dikenal sebagai orang yang ahli dalam menggosok emas untuk membedakan yang asli dengan yang palsu.

Etnis China perantauan dan orang Banjar inilah yang telah memiliki bakat dari warisan nenek moyang mereka. Mereka juga dibekali keterampilan mengukir emas dan berbisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya