SOLOPOS.COM - Komjen (Purn) Susno Duadji saat akan dieksekusi (JIBI/Bisnis/Rachman)

Komjen (Purn) Susno Duadji saat akan dieksekusi (JIBI/Bisnis/Rachman)

JAKARTA — Kalangan legislatif menilai kegagalan Kejaksaan Negeri Jawa Barat mengeksekusi mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn) Susno Duadji setelah permohonan kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA) pada 22 November 2012 telah mempertontonkan delegitimasi hukum.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari menilai delegitimasi hukum itu terjadi akibat adanya perlindungan dari pihak Polda Jawa Barat yang seharusnya berlaku netral tanpa melakukan intervensi atas eksekusi yang dilakukan pihak Kejaksaan. Prinsip korsa atau semangat satu korps dari Polda Jawa Barat untuk melindungi Susno juga telah menyebabkan ketidakpastian hukum.

“Isu korsa aparat keamanan justru memberikan pendidikan politik yg memuakkan karena mendelegitimasi hukum,” ujarnya di Jakarta, Kamis (25/4/2013).

Menurut Eva, alotnya pelaksanaan eksekusi itu tidak terlepas dari inkonsistensi dan standar ganda dalam pelaksanaan hukum oleh aparat penegak hukum. Akibat standar ganda itu, pihak Kejaksaan mengalami kesulitan dalam melakukan eksekusi.

“Saya menyesali double standard Polri  yang menempatkan kejagung pada posisi serba sulit. Sepatutnya Polri tetap bertindak independen, profesional dan menjaga marwah sesama lembaga negara. Jika memang tidak setuju tidak perlu memberikan perlindungan hukum,” ujar Eva menanggapi sikap pihak Susno yang mati-matian menolak pelaksanaan eksekusi tersebut.

Eva berharap akan ada koordinasi dan kesepahaman antar lembaga negara sehingga negara tidak kehilangan wibawa karena ada ormas yang menghalangi eksekusi.

Pada bagian lain Eva juga menilai aneh jika perilaku Polda Jawa Barat saat ini berbeda untuk kasus Susno Duadji. Pasalnya, Polda menuruti permintaan pengacara yang menggunakan argumen normatif.

Sementara Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat mengatakan bisa memahami bagaimana beratnya perasaan Susno Duadji untuk menerima putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya. Padahal, Susno yang sebenarnya membongkar dan menyampaikan ke Komisi III dan pers bahwa ada mafia hukum di Kepolisian.

Martin mencontohkan kasus pajak yang melibatkan Gayus Tambunan serta Bahasyim yang sudah dinyatakan Mabes Polri bersih, namun ternyata memiliki masalah korupsi yang besar dan sudah dihukum, terbongkar karena Susno. Akan tetapi, ternyata Susno yang membongkar yang malah dijerat dengan hukum oleh oknum-oknum mafia hukum yang dilaporkannya di Kepolisian.

“Meskipun kita sangat prihatin terhadap nasib yang dialami Susno sekarang, namun hukuman ini adalah putusan MA yang harus ditaati,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra tersebut menambahkan sebagai mantan pejabat tinggi Polri, Susno diharapkan tetap memberi contoh ketaatan pada hukum, bagaimanapun sakitnya. Perlawanan yang berlarut-larut ini dengan melibatkan Kepolisian dan orang-orang parpol hanya akan memberi kesan negatif terhadap citranya, ujarnya.

Proses eksekusi  Susno yang berlangsung alot akhinya gagal. Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mantan Kapolda Jawa Barat itu divonis hukuman penjara tiga tahun enam bulan. Hakim menilai Susno terbukti bersalah dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Susno kemudian menolak eksekusi antara lain karena ketiadaan pencantuman perintah penahanan dalam putusan kasasi MA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya