SOLOPOS.COM - Para pembicara dalam acara Seminar Sosialisasi dan Bedah Buku Dinamika Produk dan Akad Keuangan Syariah di Indonesia serta BEMP Go Publish di Bangsal Mataram, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) DIY, Kamis (20/7/2017). (Holy Kartika N.S/JIBI/Harian Jogja)

Pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia cenderung lambat

 

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Harianjogja.com, JOGJA-Pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia cenderung lambat. Salah satu penyebabnya yakni masih rendah pemahaman masyarakat akan keuangan syariah dan produk-produknya.

Hal itu dikemukakan dalam Seminar Sosialisasi dan Bedah Buku Dinamika Produk dan Akad Keuangan Syariah di Indonesia serta BEMP Go Publish di Bangsal Mataram, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) DIY. Buku tersebut menjadi panduan bagi banyak kalangan untuk dapat lebih memahami tentang konsep keuangan syariah.

Pimpinan Departemen Riset dan Kebanksentralan, Wahyu Dewati mengungkapkan Indonesia memiliki mimpi menjadi kiblat ekonomi syariah dunia pada 2024 mendatang.

“Maka mimpi ini jangan hanya sekadar jadi wacana. Di dalam buku ini berisi karakteristik produk dan akad yang digunakan dalam keuangan syariah di Indonesia serta dinamikanya sebagai faktor pembeda dengan keuangan konvensional,” ujar Wahyu saat membuka acara tersebut, Kamis (20/7/2017).

Wahyu memaparkan buku ini diluncurkan sebagai bentuk komitmen Bank Indonesia dan stakeholder untuk dapat menjadikan Indonesia sebagai poros kekuatan ekonomi syariah internasional. Di mana pengembanganya melalui inovasi produk dan akad keuangan syariah yang telah dipastikan kesyariahannya.

“Sistem [keuangan syariah] ini sangat unik dan memiliki kekuatan dalam menghadapi krisis yang melanda,” imbuh Wahyu.

Sejak kali pertama dikenalkan tahun 1990-an, Wahyu mengungkapkan hingga saat ini pemahaman masyarakat tentang ekonomi atau keuangan syariah masih sangat rendah. Rendahnya literasi masyarakat akan keuangan syariah ini menjadi tantangan tersendiri bagi sejumlah kalangan terkait.

“Rendahnya pemahaman itu, salah satunya dipicu oleh penggunaan istilah-istilah asing, terutama bahasa Arab yakni dalam sejumlah produk perbankan syariah,” ungkap Wahyu.

Sementara itu, Deputi Kepala KPwBI DIY, Hilman Tisnawan mengungkapkan perjalanan ekonomi syariah di Indonesia sudah cukup panjang. Dalam praktiknya, ekonomi syariah tumbuh di sektor perbankan hingga pasar modal.

Bahkan, dalam tatanan mikro, ekonomi syariah juga semakin berkembang dengan adanya Baitul Mal wat Tamwil atau lebih dikenal dengan BMT.

Lebih lanjut Hilman menambahkan pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia terbilang masih lambat. Menurut data yang ada, pertumbuhan keuangan syariah secara nasional baru sekitar 5%.

“Sedangkan di Jogja, pertumbuhan keuangan syariah sudah cukup baik. Pertumbuhannya mencapai 11 persen dan ini merupakan peluang untuk mengembangkan ekonomi syariah lebih luas lagi, terutama pada sektor perbankannya,” jelas Hilman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya