SOLOPOS.COM - Owner Creative Batik Khaleili Nungki berfoto di samping kain batik produksinya saat pameran di Grha Sabha Permana UGM, Kamis (24/11/2016). (Harian Jogja/Bernadheta Dian S)

Produk tersaji dalam dua kriteria, art product dan mass product.

Harianjogja.com, JOGJA-Membuat batik abstrak, tak menjadikan Khaleili Nungki meninggalkan motif-motif batik klasik yang sudah ada. Sebagai orang Jogja, ia memiliki idealisme kuat untuk tetap mengusung motif truntum, kawung, dan parang dalam setiap karyanya karena baginya tiga motif tersebut merupakan motif pakem batik Jawa yang diturunkan sejak nenek moyang sehingga ia pun ingin terus mengangkat motif-motif tersebut sekalipun diterapkan dalam kain batik abstrak.

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

Melalui label Creative Batik yang ia luncurkan sejak 2011, Nungki memproduksi batik abstrak kontemporer full colour. Bahkan konsep tabrak warna kerap ia terapkan dalam hasil karyanya. “Sekarang kan orang suka yang nyeleneh,” katanya ditemui Harian Jogja saat mengikuti pameran produk di Grha Sabha Permana UGM, Kamis (24/11).

Perempuan 27 tahun ini bisa memproduksi kain batik, pakaian siap pakai, sampai asesoris. Bahannya dari katun, sutra, ATBM, dan jenis kain lainnya. Kain perca limbah produksinya pun bisa ia olah lagi jadi asesoris seperti gelang, kalung, dan syal.

Semua produk tersaji dalam dua kriteria, art product dan mass product. Art product hanya diproduksi terbatas, sementara mass product adalah kain batik yang banyak dipesan untuk seragam. Harganya pun berbeda. Harga kain art product mulai Rp300.000, sementara untuk seragam hanya Rp200.000an per potong. Pakaian pria art product Rp300.000 dan wanita Rp500.000. Sementara asesoris mulai Rp50.000.

Menurut Nungki, membuat batik abstrak dan batik klasik tetap memiliki plus minusnya. Batik abstrak memang tidak membutuhkan teknik mencanting yang rumit, tetapi dalam proses pewarnaan membutuhkan proses lebih dari dua kali pencelupan. Beda dengan batik klasik yang rumit dalam pencantingan tetapi simpel dalam pencelupan.

Nungki memutuskan bermain pada motif abstrak karena menyadari dirinya pasti akan kalah dengan pembatik tua yang piawai dalam memproduksi batik klasik, sehingga ia pun memilih batik abstrak dengan warna powerfull agar bisa dipakai seluruh kalangan usia. “Awalnya inginnya segmentasinya anak muda tapi dalam kenyataannya semua segmen masuk,” tuturnya.

Ia mengatakan, batik yang ia produksi sudah go internasional sampai pasar Spanyol, Suriname, dan Amerika Serikat. Dengan mempekerjakan lima karyawan tetap, dalam sebulan ia mampu memproduksi sampai 150 potomg dengan omzet Rp40 juta. Rumah produksinya di daerah Selokraman, Kotagede juga pernah dikunjungi Duta Besar Madrid, Dubes Amerika Selatan dan Karibia. Semuanya itu karena ia mengikuti misi dagang.

Selain memproduksi, ia juga aktif memberi pelatihan membatik untuk masyarakat. “Membatik cepat. Dalam waktu tiga hari sudah bisa membatik. Yang penting bisa,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya