SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis/dok)

Ekonomi Indonesia yang melambat bukan satu-satunya alasan gulung tikarnya industri dalam negeri.

Solopos.com, BANDUNG — Industri kecil dan menengah yang bergerak di sektor komponen otomotif di Jawa Barat banyak yang gulung tikar akibat tidak mampu bersaing dengan gempuran produk impor.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

Ketua Forum Industri Kecil dan Menengah Jabar, K. Fuzy Agus, mengungkapkan banyaknya pelaku IKM di sektor komponen otomotif yang gulung tikar merupakan isu dan sesuai fakta di lapangan. Menurutnya, IKM komponen otomotif setiap tahunnya terus menurun akibat tidak mampu bersaing dengan impor.

Dia mengatakan hal tersebut terjadi sejak tahun 1995 hingga saat ini. Dia memberi contoh ketika pada 1995 jumlah pelaku IKM komponen karet, logam, dan plastik untuk otomotif di Bandung Raya berjumlah 160, saat ini mungkin yang tersisa hanya 30%.

“Dari kelompok saya yang dulu 160-an, sekarang hanya sisa 30%. Banyak tantangannya dan kita munim subsidi dari pemerintah dalam hal menjawab tantangan dunia usaha tersebut,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Minggu (12/7/2015).

Dia menjelaskan tuntutan keamanan yang tinggi dari produk yang dihasilkan sulit dipenuhi oleh IKM. Setiap perusahaan otomotif, menurutnya, memiliki standar tertentu pada setiap komponennya dan pelaku IKM harus mengikuti hal tersebut mulai dari bahan baku, proses quality control, dan kemasan produk.

Tidak banyak menurutnya yang bisa mengikuti hal tersebur dan akhirnya mereka tidak bisa melanjutkan usaha. Untuk itu, dibutuhkan kebijakan pemerintah yang menyeluruh dan tidak parsial, yaitu hulu hingga hilir. “Dari fasilitas permesinan yang murah karena ini khusus, hingga pelatihan atau pembinaan dan akses pasar, semua harus dilakukan agar tidak ada lagi usaha-usaha yang kalah bersaing dalam industri ini.”

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Dedy Widjaja menyatakan perlambatan ekonomi membuat sejumlah pengusaha di sektor otomotif sudah melakukan pemutusan hubungan (PHK) terhadap pekerjanya. Dia beralasan, PHK dilakukan karena stok barang yang masih menumpuk di gudang sehingga pengusaha terus mencoba menekan biaya operasional yang kian membengkak.

“Ini bukan berarti industri tutup, tetapi pengusaha mengurangi pekerja untuk efisiensi,” ujarnya. Kendati demikian, pihaknya tetap optimistis industri di sektor otomotif bisa tetap tumbuh apabila pemerintah menggulirkan berbagai kebijakan positif.

Menurutnya, insentif tersebut bisa berupa keringanan pajak maupun yang lainnya. “Kami optimistis tumbuh asalkan pemerintah memberikan kepastian dengan menggulirkan beberapa kebijakan yang mendukut industri.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya