SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta kembali membara. Dua hotel mewah, yakni Ritzt Carlton dan JW Marriott diguncang bom. Kita tidak perlu lagi berdalih bahwa  negeri ini sudah terbebas sama sekali dari “virus” terorisme. Perdebatan usang semacam ini sudah saatnya diakhiri, sebab realitas di lapangan menunjukkan bahwa negeri ini justru masih menjadi ajang “bulan-bulanan” para teroris.

Kita tidak bisa menganggap lagi tindakan peledakan bom sebagai tindakan kriminal biasa, namun merupakan tindakan biadab kejahatan kemanusiaan yang paling sadis. Oleh sebab itu, genderang perang terhadap terorisme sudah saatnya ditabuh. Seluruh rakyat Indonesia semestinya wajib mengikuti perang total terhadap berbagai bentuk terorisme ini.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

Peristiwa peledakan bom yang meluluhlantakkan sebagian bangunan kedua hotel serta menewaskan tidak kurang 9 orang serta mencederai puluhan orang pasti akan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan bernegara, baik aspek politis, ekonomi, sosial dan budaya.

Memang, hingga tulisan ini dibuat, belum terlihat secara langsung implikasinya terhadap kehidupan perekonomian. Namun, peristiwa ini setidaknya akan menambah catatan kelam tentang satu kegiatan yang dibenci masyarakat dunia, yakni terorisme. Nah, apabila stigma negatif sebagai sarang teroris ini belum bisa sirna –karena masih terjadi pemboman–, maka masa depan Indonesia sesungguhnya memprihatinkan.

Kasus peledakan bom pada tanggal 17 Juli 2009 lalu, diperkirakan memiliki dampak ekonomis, termasuk bagi kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang perekonomiannya banyak ditopang oleh kegiatan ekonomi wisata. Padahal, kegiatan kepariwisataan ini tengah menunjukkan kegairahan pemulihan. Banyak wisatawan mancanegara (wisman) mulai berdatangan ke DIY. Kawasan ini tengah memasuki musim semi kepariwisataan. Berbagai kegiatan kepariwisataan tengah menggeliat, mulai dari sektor perhotelan, hingga wisata kuliner. Sayangnya, akibat ulah teroris yang tidak bertanggung jawab ini, pencapaian perekonomian (khususnya wisata) yang cukup bagus itu bisa-bisa terkendala perjalanannya.

Terpukul
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik sendiri, dalam sebuah wawancaranya pascapeledakan bom Jakarta, 17 Juli lalu mengatakan bahwa salah satu sektor yang akan mengalami tekanan berat adalah sektor kepariwisataan. Padahal, sektor ini belakangan ini tengah naik daun dan menunjukkan pemulihannya yang cukup signifikan.  Di tahun 2008 lalu misalnya kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 6,5 juta wisatawan. Pencapaian ini belum pernah terjadi pada era sebelumnya. Tidak hanya itu, tingkat hunian  (occupancy rate) hotel-hotel –sebagai salah satu indikator– di berbagai kawasan tujuan wisata seperti Bali, Yogyakarta dan Jakarta, cukup tinggi, rata-rata mencapai di atas 70%.

Bahkan khusus untuk wilayah DIY, tingkat hunian hotel untuk periode peak season (periode liburan sekolah) mencapai hampir 100%. Terlihat dari banyak turis domestik yang ”terpaksa” membatalkan kunjungan wisatanya ke DIY gara-gara tidak mendapatkan penginapan. Dapat dikatakan, hampir mustahil mendapatkan hotel/penginapan secara mendadak pada hari-hari libur panjang itu. Fenomena ini menunjukkan bahwa tingkat hunian hotel dan penginapan di kawasan tujuan wisata ini masih sangat tinggi. Tak hanya itu, kalau kita rajin mencermati beberapa waktu belakangan ini, kunjungan wisman juga semakin meningkat, terutama pascagempa Juni 2006 lalu.

Nah, dengan bekal pemulihan semacam ini, akan kembali menjadi terkendala manakala muncul lagi fenomena pemboman yang membunuh banyak orang. Terlebih peristiwa pemboman terjadi pada dua hotel yang notabene merupakan simbol dari kehadiran warga asing di Indonesia. Negeri ini dianggap belum aman dari berbagai bentuk terorisme. Padahal kota Jakarta merupakan pintu gerbang kedatangan wisman ke Indonesia. Nah, bisa dibayangkan apabila pintu gerbangnya saja berpotensi kecolongan lagi, maka kedatangan para wisman akan mengalami hambatan.

Memang Bandara Adisucipto Yogyakarta selama ini sudah menjadi bandara bertaraf Internasional. Namun, penerbangan internasional di kawasan ini masih sangat terbatas, yakni baru mencakup dua kota besar, yakni Kuala Lumpur dan Singapura. Selebihnya, kedatangan para turis selama ini banyak di-cover dari Jakarta dan Denpasar, Bali. Jelas, peristiwa  bom Jakarta 17 Juli lalu akan secara berdampak signifikan bagi kedatangan turis ke Indonesia. Bisa-bisa target angka sebesar 6,75 juta kunjungan wisman ke Indonesia menjadi tidak tercapai.  Hal semacam ini harus segera dicarikan solusi cerdasnya, yakni dengan mengusut segera para pelaku di balik teror bom tersebut, termasuk menangkap gembongnya.

Rasanya promosi ”rasa aman” dan berpikir rasional perlu ditekankan. Bahwa peristiwa pemboman dan kejahatan terorisme semacam ini bisa terjadi dimana saja, bahkan termasuk di negara adi daya AS sekalipun. Tidak hanya itu, frekuensinya juga relatif sangat jarang terjadi. Menurut catatan,  hampir lima tahun terakhir ini tidak pernah terjadi peristiwa pemboman yang berarti. Artinya, negeri ini sebenarnya sudah cukup aman dari serangan terorisme yang brutal itu. Penjagaan dan SOP untuk men-screening  tamu-tamu di hotel dan tempat-tempat strategis perlu dilakukan dengan baik, sehingga peristiwa pemboman seperti yang terjadi pada tangal 17 Juli 2009 tidak terulang lagi.

Seluruh masyarakat DIY juga harus melakukan perang total terhadap segala bentuk terorisme. Terlebih kota ini juga berpotensi menjadi target terorisme mengingat banyaknya orang asing yang tengah berwisata dan juga menjadi tujuan wisata setelah Bali.

Pulau dewata saja sudah dua kali terkena serangan bom teroris (Bom Bali I dan Bom Bali II). Untuk itu, segala kewaspadaan harus terus ditingkatkan. Seluruh komponen masyarakat misalnya, juga harus mengenal lingkungannya dengan baik. Berkeliarannya para teroris selama ini di berbagai tempat, bahkan sampai bertahun-tahun, terjadi karena kurang pedulinya lingkungan dimana para teroris tinggal. Pendek kata, perang total terhadap segala bentuk terorisme harus dilakukan dalam semua bidang kehidupan, sehingga ruang gerak mereka menjadi sangat terbatas.   

Oleh Susidarto
Manajer Operasional Bank Panin Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya