SOLOPOS.COM - Sebanyak 80 anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019), yang bersama pemerintah menyepakati pengesahan revisi UU No 30/2002 tentang KPK. (Antara - M Risyal Hidayat)

Solopos.com, JAKARTA — Peneliti senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengkhawatirkan disahkannya revisi UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menimbulkan pertanyaan tentang komitmen tata kelola pemerintahan sehingga membuat investor ragu.

Menurut Enny, dalam diskusi di Jakarta, Rabu (18/9/2019), mengatakan belum terdapat urgensi yang mendesak untuk melakukan revisi UU KPK. Dirinya mempertanyakan beberapa perubahan dari total tujuh perubahan di UU KPK yakni keharusan kepemilikan izin dari Dewan Pengawas kepada KPK sebelum melakukan penyadapan.

Promosi Digitalisasi Berbasis Ekosistem Meningkatkan Daya Saing dan Adaptasi Pasar

Keberadaan Dewan Pengawas dengan peran vitalnya di KPK juga dipertanyakan Enny karena dinilai mengganggu independensi lembaga anti-rasuah tersebut. Selain itu, Enny juga mempertanyakan peralihan KPK menjadi bagian dalam eksekutif. Hal itu dinilai Enny akan menimbulkan konflik kepentingan jika KPK sedang mengincar terduga pelaku korupsi yang berada dalam lingkup eksekutif.

“Kalau kita lihat sektor publik ranah eksekutif dan legislatif itu hampir banyak yang terkena kasus penyalahgunaan keuangan negara. Seperti kasus gratifikasi pemberian izin impor. Semua terindikasi oleh KPK. Di sana ada praktik hengki pengki. Sehingga kalau sekarang semua penyelidikan KPK harus seizin yang dalam objek yang akan disasar atau kerap menjadi sasaran KPK, bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin penyelidikan independen?” ujar Enny.

Menurut Enny, pemerintah dan DPR perlu menjelaskan argumentasi yang memadai mengenai perubahan tujuh ketentuan dalam UU KPK tersebut. Hal tersebut juga dinanti-nanti oleh investor karena menyangkut kepastian hukum. Investor juga mempertanyakan komitmen tata kelola pemerintahan karena akan menyangkut pengelolaan APBN atau instrumen fiskal yang sangat berdampak kepada laju perekonomian.

“Sehingga kalau kekhawatiran itu tidak terjawab, maka kita khawatir tidak hanya tentang investasi yang kita harapkan masuk ke perekonomian kita, tapi bagaimana upaya kita mengefisiensikan keuangan negara untuk stimulus fiskal,” ujar dia.

Menurut Enny, selama ini keberadaan KPK sebenarnya memberikan kepercayaan diri tentang perbaikan tata kelola pemerintahan. KPK menurut Enny mampu memberantas tindakan korupsi di tubuh pemerintahan dan legislatif sehingga memberikan efek jera agar korupsi tidak terulang.

“Keberadaan penegakan hukum, termasuk KPK sebenarnya memberikan shock terapi yang luar biasa. Karena orang akan berpikir berkali-berkali lipat untuk bermain-main dan melakukan abuse of power, apalagi terhadap keuangan negara,” ujarnya.

Sebelumnya, DPR telah mengesahkan revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menjadi Undang Undang. Pengesahan dilakukan melalui rapat paripurna.

Setidaknya ada tujuh poin revisi UU 30/2002. Seluruhnya, yaitu kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada kekuasaan eksekutif, pembentukan dewan pengawas, pelaksanaan penyadapan, serta mekanisme penghentian penyidikan dan atau penuntutan.

Kemudian, soal koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi, mekanisme penggeledahan dan penyitaan, serta sistem kepegawaian KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya