SOLOPOS.COM - Kelompok Ngopi Nyasro sedang mementaskan sebuah drama dalam memperingati hari Earth Hour di kawasan titik nol Yogyakarta, Sabtu (24/3/2018). (Christoporus Sasongkoadji/Harian Jogja)

Earth Hour tidak cukup hanya dengan mengajak masyarakat mematikan lampu selama satu jam

 
Harianjogja.com, JOGJA–Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jogja Halik Sandera menilai kampanye Earth Hour tidak cukup hanya dengan mengajak masyarakat mematikan lampu selama satu jam. Lebih dari itu, kampanye tentang pemanfaatan energi terbarukan dan edukasi jejak karbon mesti diperkuat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Halik Sandera mengatakan, ada tiga hal yang perlu didorong dalam Earth Hour. Pertama, mengenai jejak karbon. Menurutnya masyarakat mesti paham dan tahu jejak karbon yang dihasilkan dari penggunaan energi, baik itu yang berasal dari kendaraan maupun alat elektronik, sehingga masyarakat terdorong untuk menggunakan energi dengan lebih efektif. Dengan demikian, karbon yang dihasilkan bisa dikurangi.

Hal berikutnya yang mesti disebarluaskan, lanjut Halik Sandera, adalah jenis energi yang digunakan. Ia menyatakan, energi yang masih dipakai di Indonesia masih didominasi energi kotor, yang dalam hal ini energi yang berasal dari fosil, utamanya batubara.

“Problem Hulu [tambang batubara] dan pembangkit listrik dengan PLTU [Pembangkit Listrik Tenaga Uap] bertolak belakang dengan komitmen Indonesia di tingkat international untuk mengurangi emisi sebagai bentuk mitigasi bencana dan perubahan iklim,” jelasnya melalui pesan pendek, Sabtu (24/3/2018).

Halik Sandera juga melihat ada kontradiksi dalam kampanye Earth Hour. Di satu sisi masyarakat diimbau untuk terlibat aktif dalam rangka menghemat energi, tapi di sisi lain, pembangunan infrastruktur dalam skala besar dan rakus energi semakin masif terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

“[Earth Hour] tidak cukup hanya ikut terlibat dalam mematikan lampu, tapi bersama-sama mendorong prioritas implementasi kebijakan energi terbarukan, menuju keadilan atas energi, keadilan iklim dan lingkungan,” jelasnya.

Ketua Dewan Daerah Walhi Jogja Suparlan mengatakan, selama ini kampanye Earth Hour tidak menyentuh hal-hal subtansial lain semacam keadilan dan kesetaraan energi. Menurutnya, apa yang dilakukan Pemerintah dengan membangun PLTU dan pengembangan reaktor nuklir hanya ditujukan bagi korporasi semata. Sementara masyarakat menengah ke bawah tak mendapat akses yang sama.

Ia merasa ada yang salah dalam imbauan Pemerintah. Di satu sisi masyarakat diminta hemat energi, tapi sebaliknya korporasi terus menerus menggunakan energi dalam skala yang sangat besar.

Kampanye Earth Hour, sambungnya, juga tak menyasar pengembangan energi terbarukan. Padahal Indonesia memiliki beragam sumber energi terbarukan, tapi Pemerintah tetap memakai sumber energi berisiko.

“Studi energi sudah sering dilakukan tapi tidak diaktualisasikan? dalam praktik. Di pesisir selatan ada survey energi angin dan ombak, tapi hanya sebatas wacana. Panas bumi praktiknya juga rendah. Tapi nuklir dan batubara heboh. Di Eropa sudah menggunakan energi terbarukan. Kita sebagai penyuplai enegi mentah malah tidak sadar,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya