SOLOPOS.COM - Pengunjung mendatangi lapak-lapak di lantai II Pasar Klewer, Jumat (16/6/2017). (Bayu Jatmiko Adi/JIBI/Solopos)

Para pedagang Pasar Klewer Solo menilai e-transaksi tidak cocok untuk pasar tradisional seperti Klewer.

Solopos.com, SOLO — Rencana penerapan transaksi secara elektronik (e-transaksi) berbasis aplikasi di Pasar Klewer Solo dinilai kurang sesuai dengan kondisi pasar sebagai pasar tradisional.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pedagang berharap pemerintah kembali mempertimbangkan rencana tersebut. Salah satu pedagang Pasar Klewer, Nugroho, mengatakan penerapan e-retribusi hanya akan menjadikan kegiatan jual beli di Pasar Klewer lebih ribet.

Tidak semua pedagang atau pengunjung pasar memiliki pemahaman yang sama tentang teknologi tersebut. Dia mengaku lebih nyaman melakukan transaksi secara tunai. Melalui transaksi tunai, pedagang dapat langsung melakukan pencatatan jumlah transaksi yang masuk.

Ketika ada pemasok barang dagangan yang datang, pedagang pun dapat melakukan transaksi secara langsung. “Dulu [sebelum kebakaran pasar] saya juga pernah ditawari menggunakan mesin untuk menggesek kartu itu [EDC/electronic data capture], tapi juga jarang yang menggunakan, saya sendiri juga ribet. Belum lama ini saya ditawari lagi dari bank untuk menggunakan mesin itu. Tapi saya menolaknya,” kata dia saat ditemui Solopos.com di kiosnya, Kamis (31/8/2017).

Selain itu, dia mengatakan selama ini barang dagangan di kiosnya tidak pernah menggunakan barcode. “Kalau harus menggunakan barcode akan memakan waktu tenaga dan biaya pastinya. Kalau di toko atau supermarket mungkin bisa dijalankan sebab ada gudang, ada petugas yang memasang barcode dan sebagainya. Jumlah barangnya juga terbatas. Kalau di sini, barangnya banyak, melayani grosir, harga juga bisa tawar menawar,” kata dia saat.

Dia tidak mempermasalahkan jika kebijakan tersebut diberlakukan tanpa harus mewajibkan semua pedagang. Tapi jika hal itu diwajibkan kepada seluruh pedagang, perlu pertimbangan dan persiapan yang matang.

Hal senada juga disampaikan pedagang lain, Heri Santoso. Menurutnya penerapan e-transaksi tidak akan semudah penerapan retribusi secara elektronik (e-retribusi). “Kalau e-retribusi objeknya hanya pedagang. Itu pun besarannya sudah pasti. Tapi kalau jual beli? Tentu bukan hanya pedagang, tapi pembeli pun perlu memahami. Padahal pembeli kami datang dari segala penjuru, belum tentu juga semua mengerti,” kata dia saat ditemui Solopos.com di kiosnya, Kamis.

Dia mengatakan selama ini lebih nyaman melakukan transaksi secara tunai. Dia juga memastikan selama ini tidak mengalami masalah meski transaksi dilakukan secara tunai. “Saya justru bingung jika menggunakan alat penggesek kartu [EDC],” kata dia.

Di sisi lain, sistem tawar menawar yang biasa dilakukan di Pasar Klewer juga menjadi salah satu pertanyaan jika semua barang harus dipasang barcode. “Selalu ada tawar menawar. Kemungkinan salah satu daya tarik pasar adalah karena bisa menawar harga. Kalau dengan barcode bagaimana?” kata dia.

Sementara itu, petugas humas Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK), Kusbani, menyambut positif rencana penerapan e-transaksi tersebut asalkan tidak berlaku wajib untuk semua pedagang. Namun, jika hal itu diwajibkan dikhawatirkan justru akan merugikan pedagang.

Menurut Kusbani, belum tentu semua pedagang maupun pengunjung pasar siap dengan hal kebijakan tersebut. Selain mekanisme e-transaksi yang belum banyak dipahami, dia khawatir pembayaran barang secara elektronik membutuhkan biaya administrasi.

“Biasanya kalau pembayaran dilakukan lintas bank, ada biaya administrasi yang harus ditanggung. Padahal pedagang hanya mengambil maksimal lima persen dari penjualan barang karena melayani grosir. Itu pun melihat situasi. Kalau pasar ramai, bisa berkurang [dari lima persen] sebab persaingan ketat. Kalau harus menanggung biaya administrasi transaksi tentunya berat untuk pedagang,” kata dia.

Dia mengatakan selama ini hampir tidak ada barang dagangan di Pasar Klewer yang menggunakan barcode. “Pemasangan barcode akan memperlambat kerja pedagang. Jangan dianggap sebagai pengecer. Kalau di supermarket atau toko mungkin bisa karena barangnya terbatas. Tapi di Klewer jumlah barang dagangannya lebih banyak. Tidak mungkin memasang barcode satu per satu,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya