SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ketua Duta Seni dan Misi Kebudayaan Pelajar Boyolali, Harstwin Falianttera. (JIBI/Solopos/Irawan Sapto Adhi)

Ketua Duta Seni dan Misi Kebudayaan Pelajar Boyolali, Harstwin Falianttera. (JIBI/Solopos/Irawan Sapto Adhi)

Bangga sekaligus malu menjadi dua hal yang dirasakan Ketua Duta Seni dan Misi Kebudayaan Pelajar Boyolali, Harstwin Falianttera, setelah berkunjung ke Amerika Serikat (AS) dan Kanada pertengahan bulan ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Harstwin, sapaan akrab siswa kelas XI MIA 7 SMA Negeri 1 Boyolali itu, mengaku bangga lantaran mendapat sambutan luar biasa meriah dari masyarakat AS dan Kanada setelah menampilkan sejumlah tarian khas Indonesia, terutama dari Kabupaten Boyolali.

“Saat Tari Topeng Ireng Gugur Gunung kami tampilkan, penonton langsung berkumpul di sekitar panggung. Bahkan setelah tampil, banyak yang mengajak kami berfoto bersama. Kostum dan gerak tarian asli Boyolali itu memikat perhatian mereka,” kata Harstwin saat berbincang dengan di SMA 1 Boyolali, belum lama ini.

Harstwin tidak sendirian. Laki-laki 16 tahun tersebut mendapat kesempatan bersama 16 pelajar SMA/SMK lain di Kota Susu serta satu mahasiswa dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo tampil di tiga pertunjukan di tiga kota di wilayah AS dan Kanada. Mereka semua terpilih menjadi duta seni setelah menyisihkan ratusan siswa SMA/SMK lain dalam seleksi Januari lalu.

“Pentas pertama kami tampil di acara New England Indonesian Festival yang diselenggarakan pelajar Indonesia yang belajar di AS. Kemudian kami tampil dua kali di Kota Montreal dan Ottawa, Kanada. Saya bangga dipercaya untuk mempromosiakan kebudayaan Nusantara di luar negeri. Budaya Indonesia diminati,” ujar Harstwin.

Harstwin menambahkan selain Tari Topeng Ireng Gugur Gunung, para duta seni juga membawakan sejumlah tarian khas lain, seperti tari Kridaning Tembaga, Nusantara Jaya, Panggih Mantenan Jawa, dan Tayub. Meski Hrastwin mengaku aktivitas selama latihan dan pertunjukan tersebut cukup menguras tenaga serta waktu. Namun sambutan penonton yang meriah, lanjut dia, bisa menghilangkan rasa lelah itu.

“Setelah seleksi dan kami terpilih, latihan dilaksanakan dua sampai tiga kali dalam sepekan. Latihan mulai pukul 13.00 WIB sampai 13.30 WIB. Saat jam itu kadang kami masih dalam kelas, jadi terpaksa izin meninggalkan kelas. Agar tidak ketinggalan [materi pelajaran], kami mencoba mengejar dengan banyak bertanya kepada teman. Memang banyak pengorbanan,” imbuh dia.

Pembelajaran yang diperoleh setelah mengikuti acara, menurut Harstwin, adalah pola hidup disiplin masyarakat AS dan Kanada. Kedisiplinan bahkan tidak hanya penting dilakukan oleh pelaku seni, khusunya pentas, melainkan dalam kehidupan sehari-hari. Kedisiplinan yang kuat, menurut Harstwin membuat hasil kerja menjadi lebih maksimal. “Kedisiplinan membutuhkan persiapan yang bagus. Kami mencoba disiplin bisa mengekspresikan karya seni tari di depan banyak orang. Ya, masyarakat luar negeri, khususnya AS dan Kanada yang kami tahu menerapkan kedisiplinan yang mungkin belum ditemukan di Indonesia. Kita harus malu dan mulai belajar disiplin” terang Harstwin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya