SOLOPOS.COM - Massa yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Soloraya membawa poster saat menggelar aksi di Bundaran Gladak, Solo, Jumat (9/3/2012). (Dok/JIBI/Solopos)

Sebagian PNS dan karyawan BUMN diketahui pro khilafah dan ingin Pancasila diganti.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah diminta segera menerbitkan rencana aksi penangkal infiltrasi paham radikal ke dalam tubuh birokrasi dan badan usaha milik negara (BUMN).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Berdasarkan temuan Alvara Research Center (ARC), sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) dan karyawan BUMN tercatat menginginkan perubahan ideologi Pancasila. Pada saat yang sama, ada pula dari mereka terafiliasi dengan ormas yang dianggap radikal.

Ketua Lembaga Kajian Pengembangan SDM Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-PBNU) Rumadi Ahmad mengatakan infiltrasi paham radikal di instansi pemerintahan semakin menguat semenjak tumbangnya Orde Baru. Fenomena itu diawali dari proses rekrutmen era reformasi yang alergi dengan pengecekan ideologi.

Kemudian, paham radikal masuk melalui penceramah yang mengisi forum keagamaan internal pemerintah tanpa disaring lebih dahulu. Alhasil, menurut Rumadi, kini bukan hal aneh bila radikalisme tumbuh semakin besar.

“Ini jelas bukan persoalan sederhana karena justru terjadi di kalangan PNS dan BUMN,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (23/10/2017).

Sayangnya, Rumadi mengamati respon pemerintah masih cenderung lambat. Jika pun ada tindakan, dia menilai lebih bersifat sporadis di beberapa instansi.

Untuk itu, Rumadi mendorong pemerintah untuk merancang sebuah rencana aksi pengarusutamaan prinsip toleransi untuk PNS dan BUMN. Rencana aksi itu bisa memuat strategi penangkal paham radikal seperti screening (penyaringan) pegawai, standarisasi khotbah, dan mekanisme memilih penceramah.

“Kalau bisa diatur dalam bentuk peraturan presiden agar bisa dijalankan oleh semua,” ujarnya.

Dalam laporan ARC bertajuk Potensi Radikalisme di Kalangan Profesional Indonesia didapati bahwa 15,5% kelompok kelas menengah (PNS, karyawan BUMN, dan swasta) menginginan dasar negara berasaskan Islam. Jika diselami lebih dalam, ada 19,4% PNS dan 18,1% pegawai BUMN yang menginginkan Pancasila diganti.

“Ada 22,2% PNS yang setuju negara Khilafah sedangkan di kalangan BUMN hanya 10,3%,” tutur Direktur ARC Hasanuddin Ali.

Menurut Ali, pandangan responden tersebut juga dipengaruhi kedekatan dengan ormas. ARC mendapati 2,4% PNS terafiliasi dengan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan 0,8% dengan Front Pembela Islam (FPI). Sementara di kalangan BUMN, tidak ada yang terafiliasi dengan HTI dan sebanyak 1,3% terhubung dengan FPI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya