SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, KARANGANYAR</strong>–Program penyerapan gabah (sergab) di sejumlah wilayah di Karanganyar kalah oleh sistem ijon tengkulak.</p><p>Kepala Dinas Pertanian Karanganyar, Supramnaryo, tidak menampik anggapan tersebut. <em>Solopos.com</em> menerima informasi rencana sergab di Kebakkramat beberapa waktu lalu. Tetapi, rencana itu gagal. Salah satu alasan adalah petani sasaran sergab sudah telanjur menjual hasil panen kepada tengkulak. Mereka sudah menerima uang muka dari tengkulak sebelum panen atau ijon.</p><p>"Kalau kejadian itu pernah saat mencari sasaran sergab di lokasi lain. Katanya sudah menerima uang muka [dari tengkulak]. Kalau panen dibeli pemerintah, nanti <em>geseh</em> dengan tengkulak," kata Supramnaryo saat dihubungi <em>Solopos.com</em>, Senin (2/4/2018).</p><p>Dia menyampaikan sejumlah petani membutuhkan uang menjelang panen untuk sejumlah keperluan. Hal itu tidak mungkin dipenuhi pemerintah (melakukan sistem ijon).</p><p>"Kadang, petani enggak mau repot. Petani butuh uang di awal. Berbeda dengan kami, Pemerintah tidak bisa ijon. Kami harus cek kualitas panen. Makanya sering kalah cepat," tutur dia.</p><p>Menurut Supramnaryo, tidak semua petani memilih ijon. Salah satunya gabungan kelompok tani di Klodran, Colomadu. Mereka mengajukan usul agar hasil panen dibeli pemerintah. Saat itu harga gabah di Colomadu Rp3.700-Rp3.800 per kilogram (kg). Harga yang ditawarkan pemerintah melalui Kodim 0727/Karanganyar Rp4.100.</p><p>"Akhirnya diambil Kodim. Harganya lebih tinggi dibandingkan harga tengkulak. Harapan saya, Babinsa dan PPL ini kerja sama dengan petani supaya mau jual ke pemerintah. Petani kalau mau jual ke pemerintah bisa melalui dua petugas itu. Harga bersaing," ungkap dia.</p><p>Dandim 0727/Karanganyar, Letkol (Inf) Muhammad Ibrahim Mukhtar Maksum, menyampaikan TNI melalui babinsa di setiap koramil berupaya mendekati petani agar menjual panen kepada pemerintah. Dia tidak menutupi perihal harga pemerintah kadang kalah bersaing dengan tengkulak atau tidak cocok dengan keinginan petani.</p><p>"Kami mulai dengan mendata penggilingan padi besar. Kami koordinasi dengan Bulog sesuai kualitas. Namun kendala harga di petani kurang cocok dengan HPP. Kami pendekatan kepada petani dengan bantuan PPL dan Babinsa. Harapan kami petani mau sisihkan sebagian hasil panen ke pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan," ungkap Dandim saat ditemui wartawan Kamis (29/3).</p><p>Sementara itu, salah satu petani di Karanganyar, Larsito, menyampaikan petani di sekitar tempatnya tinggal tidak menolak bekerja sama dengan pemerintah perihal sergab. Dia mendukung program pemerintah tersebut. Tetapi, dia tidak menutup mata apabila harga yang ditawarkan pemerintah tidak setinggi harga dari tengkulak. Pada kasus lain, sejumlah petani membutuhkan uang sehingga memilih ijon ketimbang menunggu panen.</p><p>"Banyak hal kenapa petani menjual ke tengkulak. Selain butuh uang di awal, harga dari tengkulak itu kadang lebih tinggi. Kemarin kami sempat dapat tawaran untuk sergab tetapi enggak jadi. Makanya kami jual ke tengkulak," ujar dia.</p><p>Pada musim tanam berikutnya, Larsito harus berhitung lebih detail. Salah satu pertimbangan adalah musim tanam mendatang berlangsung pada musim kemarau. Biaya pengeluaran lebih tinggi apabila dibandingkan saat musim hujan. "Saya belum tahu nanti musim panen berikutnya jual ke tengkulak atau pemerintah. Pengeluaran banyak. Lihat harga dulu."</p>

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya