SOLOPOS.COM - Para pekerja sosial dan pejabat Badan Narkotika Nasional (BNN) Jawa tengah melakukan monitoring dan evaluasi di IPWL YLBI Tanon, Sragen, baru-baru ini. (Istimewa/IPWL YLBI Tanon)

Solopos.com, SRAGEN — Seorang siswa perempuan berusia 13 tahun di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah mengalami kecanduan narkoba yang parah.

Bocah perempuan tersebut menjadi kecanduan narkoba sejak kelas VI SD dipicu orang tuanya yang bercerai alias broken home.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Setelah orang tuanya bercerai, bocah perempuan tersebut kemudian masuk pada pertemanan yang salah sehingga terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.

Data memprihatinkan itu diungkap Ketua IPWL YLBI Tanon, Sunardi, kepada Solopos.com, Kamis (23/6/2022) lalu.

IPWL YLBI adalah kependekan dari Institusi Penerima Wajib Lapor Yayasan Lentera Bangsa Indonesia, yayasan sosial yang menangani pelaku penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Napza).

Baca Juga: Mayoritas Pecandu Narkoba di Sragen karena Broken Home

“Anak ini perempuan dan baru dua bulan jalan rehabilitasi di YLBI. Anak itu mengenal pil koplo dari lingkungan. Awalnya hanya dikasih gratis untuk mencoba. Lama-lama ketagihan dan harus beli. Anak itu membeli pil koplo itu satu papan berisi 10 butir senilai Rp50.000,” ujar Sunardi kepada Solopos.com, Kamis (23/6/2022) lalu.

Sunardi mengatakan, bocah perempuan berusia 13 tahun yang menjadi pecandu narkoba tersebut masih dalam penanganan timnya.

Bocah itu, ujar dia, memakai pil koplo sejak masih duduk di Kelas VI SD. Menurut Sunardi, sejak menjadi korban broken home bocah tersebut tinggal bersama bibinya.

Baca Juga: Ini Dia 6 Syarat Pecandu Narkoba Bisa Direhabilitasi

Selain bocah perempuan itu, YLBI Tanon juga merawat 240 pecandu narkoba lainya dengan variasi usia dari 13 tahun hingga 43 tahun.

Ia mengungkapkan, mayoritas anak yang menjadi pecandu narkoba dikarenakan permasalahan keluarga, utamanya broken home atau perpisahan orang tua.

Menurutnya, penguatan dan perhatian keluarga menjadi kunci untuk pencegahan terhadap munculnya korban penyalahgunakan narkoba.

Baca Juga: Mengenal YLBI Tanon Sragen, Lembaga Rehabilitas Pecandu Narkotika

Sunardi mengatakan bocah 13 tahun itu merupakan salah satu contoh dari sekian banyak korban penyalahgunaan Napza yang disebabkan karena keluarga broken home.

Untuk rehabilitasi pecandu narkoba ini, kata dia, paling cepat membutuhkan waktu enam bulan. Ketika terjadi gejala kejiwaan, para pasien ini diperiksakan ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ).

Para pekerja sosial dan pejabat Badan Narkotika Nasional (BNN) Jawa tengah melakukan monitoring dan evaluasi di IPWL YLBI Tanon, Sragen, baru-baru ini. (Istimewa/IPWL YLBI Tanon)

Baca Juga: Kerangkeng Manusia dan Rehabilitasi Pecandu Narkoba Harusnya Bagaimana?

Sunardi mengatakan pernah menemukan klien sampai tangannya berwarna kekuningan karena kecanduan obat-obatan.

YLBI Tanon memiliki 12 orang tenaga, lima orang di antaranya merupakan pekerja sosial dengan status kontrak dari Kementerian Sosial dan sisanya merupakan sukarelawan yang kesejahteraan mereka ditanggung YLBI.

Seorang pekerja sosial di YLBI Tanon, Jurita Setiyani, menjelaskan pada awal-awal ada klien pecandu narkoba menjadi tantangan bagi pekerja sosial.

Kehilangan Kebebasan

Dia menjelaskan para korban Napza ini menjadi jauh dari keluarga dan kehilangan kebebasan. Dia mengaku mereka sebenarnya berontak tetapi tidak sampai mengamuk karena pendekatan yang dilakukan dengan hati ke hati.

“Di lingkungan YLBI itu bebas rokok. Kalau mereka mau merokok harus seizin keluarganya dan dibatasi maksimal dua batang per hari. Ketika mereka sudah selesai rehabilitasi masih ada potensi bagi mereka untuk mengulang ketika kurangnya penguatan pribadi dan keluarga. Ketika kami memulangkan mereka maka kami harus menyiapkan lingkungannya dulu. Takutnya masih ada stigma yang muncul sehingga stigma itu yang mendorong kembali menjadi pecandu,” jelasnya.

Jurita mengatakan edukasi lingkungan keluarga pecandu narkoba itu dilakukan dengan sosialisasi sampai ke tingkat desa/kelurahan.

Baca Juga: Ini Penyebab Pecandu Narkoba Bisa Kambuh Lagi



Dia mengatakan bila penguatan pribadi lemah dan tidak ada kemauan keluarga untuk menerima kembali mantan pecandu narkoba maka akan menjadi bumerang bagi korban sendiri.

“Kami terus sosialisasi ke masyarakat. Bahkan pada momentum Hari Anti Narkotika Internasional 26 Juni besok, kami sosialisasi dengan menggelar kegiatan lomba tenis meja,” katanya.

Di sisi lain, Jurita menerangkan para pecandu narkoba yang sudah pulih juga diarahkan untuk kembali ke sekolah.

Baca Juga: Mantan Pecandu Narkoba Ini Beri Layanan Potong Gratis untuk Tunawisma

Dia mengatakan YLBI memfasilitasi agar para korban Napza mendapatkan pendidikan lewat program paket B, C, dan ada yang sekolah SMK.

“Bahkan kami memberi fasilitas antar jemput korban yang masih sekolah selama rehabilitasi. Mereka yang siap bekerja juga dibekali dengan latihan keterampilan dan bantuan modal usaha. Saat mereka kembali ke masyarakat bisa bekerja mencari nafkah untuk keluarga, misalnya menjahit, jualan pentol, jualan cilok, dan membuka angkringan,” kata Jurika yang diamini Sunardi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya