SOLOPOS.COM - ilustrasi (google img)

ilustrasi (google img)

JOGJA — Keputusan mempertahankan dualisme kompetisi sepakbola di Indonesia diyakini akan kembali mengulang persoalan musim lalu, khususnya karut marut pendanaan klub.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu disampaikan Ketua Forum Pengurus Provinsi (FPP) DIY, Dwi Irianto. Ia juga meyakini, selama Permendagri Nomor 1/2011 yang melarang penggunaan APBD untuk pendanaan klub profesional masih diberlakukan, maka klub akan terus terseok-seok.

Dwi yang juga salah satu jajaran pengurus PSIM mengatakan, jika dikelola dengan tepat, penyaluran APBD tak akan menjadi persoalan. Baginya, APBD seharusnya diterima klub bukan dalam bentuk dana hibah murni. Selain itu, pihak klub juga harus memanfaatkan dana tersebut secara proporsional dan profesional.

Ia mencontohkan aspek perekrutan pemain. Dana APBD, kata dia, dapat dipakai untuk merekrut dan membiayai pemain lokal saja. Jika klub ingin mendapatkan pemain dan pelatih asing, maka klub harus berupaya mencari sumber pendanaan lain. “Dari sponsor misalnya,” ujarnya kepada Harian Jogja, kemarin.

Ia juga menilai pelarangan keterlibatan pejabat publik seperti kepala derah dalam struktur kepemimpinan klub profesional juga menjadi biang keladi keterpurukan klub. Menurut Dwi, dengan pengaruh politik yang dimiliki kepala daerah, bisa memberikan peluang bagi klub untuk mencari celah bagi sumber pendanaan.(ali)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya