SOLOPOS.COM - Beberapa pedagang masih beraktivitas di depan Pasar Banaran, Sambungmacan, Sragen, kendati pembeli sudah sepi, Sabtu (8/1/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Pembangunan Jembatan Mantingan dan Jembatan Drojo di Sambungmacan, Sragen, di erah Bupati Untung Wiyono (2001-2006) memberi kemudahan akses warga.  Pembangunan dua jembatan tersebut yang disebut menjadi pemicu sepinya Pasar Banaran, Sambungmacan, Sragen.

Camat Sambungmacan, Y. David Supriyadi, menyampaikan Pasar Banaran masih ramai saat perahu atau sesek untuk penyeberangan Bengawan Solo di Barang yang terletak di wilayah Dukuh Butuh, Banaran, Sambungmacan masih beroperasi. Perahu itu jadi sarana utama warga Jenar dan Mantingan, dan Karanganyar, Kabupaten Ngawi yang mau ke Sambungmacan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kemudian pada masa pemerintahan Pak Bupati Untung Wiyono dibangun Jembatan Mantingan dan Jembatan Drojo. Orang Mantingan dan Karanganyar, Ngawi ke Sragen lewat Jembatan Mantingan. Orang Jenar ke Sragen lewat Jembatan Drojo. Sejak itu, Pasar Banaran berangsur-angsur sepi karena warga Mantingan dan Karanganyar Ngawi memilih ke Pasar Mantingan yang dekat. Selain itu Pasar Sine, Ngawi, juga mulai ramai. Penyeberangan Barang tidak beroperasi lagi,” ujar David.

Baca Juga: Dilema Pasar Banaran Sragen, Hidup Segan Mati Tak Mau

David yang biasa lewat penyeberangan Bengawan Solo di Barang itu masih ingat warga Kandangsapi, Jenar, selalu lewat penyeberangan itu saat hendak ke Banaran. “Sekarang dengan adanya exit tol di Toyogo akan membuat lingkungan Banaran ramai dan Pasar Banaran bisa ramai kembali. Saya melihat lalu lintas di jalan raya juga semakin ramai,” harapnya.

Sumiyem, 73, adalah salah seorang pedagang Pasar Banaran. Ia berjualan sejak masih perawan hingga kini sudah memiliki empat buyut. Sumiyem menyampaikan Pasar Banaran itu dulunya kecil, lokasinya di sebelah timur pasar sekarang. Warga Jatisumo, Sambungmacan, itu Pasar Banaran kemudian meluas dan kemudian dibangun seperti sekarang ini.

“Awalnya saya jualan tapai. Kemudian jualan sayuran dan jualan pisang di Pasar Banaran ini. Ada pedagang gerabah di depan los saya meninggal. Kemudian banyak orang meminta saya menggantikan menjadi penjual gerabah. Sampai sekarang saya jualan pisang dan gerabah,” ujarnya.

Baca Juga: Tak Lagi Kumuh, Taman Tiara Sachari Sukowati Sragen Kini Lebih Cantik

Di wilayah pasar ini dulu ada pohon tanjung besar. Di lingkungan pohon itulah, kata dia, sering dilakukan tradisi jembulan. Entah mengapa pohon itu ditebang sehingga tradisi jembulan itu menjadi hilang. Sumiyem menduga sejak pohon tanjung itu tidak ada pembeli di Pasar Banaran mulai sepi hingga seperti sekarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya