SOLOPOS.COM - residen Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan saat penyerahan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di GOR David Tonny, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Jumat (1/3/2019). Antara/Adiwinata Solihin

Solopos.com, JAKARTA -- Draf omnibus law RUU Cipta Kerja bukan hanya dianggap bermasalah dari sisi konten yang ditentang buruh, aktivis lingkungan, dan organisasi pers. Kasus "salah ketik" pasal 170 draf RUU itu juga menjadi indikasi masalah yang serius.

Praktisi hukum Ade Irfan Pulungan curiga banyak aparatur negara, termasuk para pembantu presiden, tidak mempunyai pemahaman yang utuh atas visi Presiden terhadap omnibus law.

Promosi Jadi Merek Bank Paling Berharga di RI, Nilai Brand BRI Capai US$5,3 Miliar

"Akibatnya, banyak penjelasan menteri ataupun staf presiden yang seakan bertentangan dengan niat dan tujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam usulan Omnibus Law Cipta Kerja," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis/JIBI, Sabtu (22/2/2020).

Susur Sungai Maut SMPN 1 Turi, Sekolah Lain: Kegiatan Pramuka Tidak Boleh Dadakan

Politikus PPP yang pernah menjadi Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf ini mencontohkan kasus "salah ketik" pasal 170 RUU Cipta Kerja. Di situ tertulis aturan aneh, yaitu pemerintah bisa mengubah undang-undang dengan peraturan pemerintah.

"RUU yang telah diserahkan Pemerintah kepada DPR, tapi masih ada yang 'salah ketik', sangat bertentangan dengan doktrin hukum dan sistem hierarki hukum di Indonesia," tambahnya.

Susur Sungai Maut SMPN 1 Turi Sleman, Netizen Ini Minta Jangan Salahkan Pramuka

Menurut Ade, omnibus law sebenarnya merupakan ide dan gagasan yang sangat baik dan brilian dari Presiden Jokowi. Dia mengklaim omnibus law merupakan terobosan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia di tengah kondisi global yang tidak membaik. Tujuannya adalah memudahkan investor masuk Indonesia dengan menghilangkan hal-hal yang dianggap menghambat investasi.

Namun, dalam pelaksanaan gagasan dan terobosan ini, Ade menilai aparatur negara belum dapat menyampaikan gagasan tersebut ke dalam koridor hukum yang baik.

Tinggalkan Siswa di Sungai, Pembina Pramuka SMPN 1 Turi Sleman Jadi Tersangka

"Akibatnya, keterangan yang mereka sampaikan ke publik cenderung menimbulkan salah persepsi, bahkan dapat menimbulkan kegaduhan," jelasnya.

“Pemahaman yang salah dari aparatur pemerintahan itu tidak mampu menerjemahkan keinginan Presiden Jokowi terhadap omnibus law," tambah Ade.

Oleh sebab itu, sebagai salah satu komponen pemenangan Jokowi dalam Pemilu Presiden 2019, Ade menyarankan agar Presiden Jokowi melakukan upgrading kepada seluruh Aparatur pemerintahan.

Susur Sungai SMPN 1 Turi Sleman Ternyata Mendadak karena Tak Ada Kegiatan

"Ini untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang visi-misi dan keinginan Presiden agar tercipta suasana irama yang sama, baik dari sisi komunikasi maupun pemikiran. Sehingga terobosan ini bisa dijalankan dengan baik dan tidak menimbulkan pemahaman yang salah," harapnya.

Selain itu, menurut Ade, Kementerian Koordinator Perekonomian dan Satgas Omnibus Law layak diberi "kartu merah" atas kinerja yang buruk. Kedua lembaga itu telah ditunjuk sebagai penanggung jawab pengajuan RUU Ciptaker dan harus segera dievaluasi oleh Presiden.

Oleh sebab itu, Ade menyarankan perbaikan RUU berkonsep omnibus law terutama Cipta Kerja perlu disegerakan agar sinkron dengan gagasan Jokowi.

Tak Tahu Susur Sungai Sempor, Kepala SMPN 1 Turi Anggap Siswa Sudah Terbiasa

"Ke depannya memang sangat dibutuhkan adanya Badan Legislasi Nasional untuk dapat mencermati usulan regulasi yang diinginkan agar tidak keliru serta dapat melakukan sinkronisasi atas semua regulasi baik dari pusat sampai ke daerah," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya