SOLOPOS.COM - Ilustrasi PGOT

Komisi IV DPRD Klaten mengusulan raperda tentang gelandangan dan pengemis.

Solopos.com, KLATEN – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Klaten menyiapkan usulan penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Usulan penyusunan raperda inisiatif dilakukan salah satunya untuk mengantisipasi masuknya gelandangan dan pengemis dari luar daerah ke Kabupaten Bersinar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Komisi IV DPRD Klaten, Edy Sasongko, mengatakan kajian untuk usulan raperda inisiatif sudah dilakukan melalui studi banding, kajian hukum, serta konsultasi publik dengan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) dan tokoh masyarakat.

“Ini baru tahap awal. Hasil kajian disampaikan pada rapat paripurna, Senin [13/11/2017]. Kemudian Pimpinan DPRD menyerahkan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah dan nanti pembahasan raperda melalui pansus panitia khusus,” kata Edy, Sabtu (11/11/2017).

Edy menuturkan gelandangan dan pengemis kerap ditemui di kawasan jalan raya Solo-Jogja serta wilayah perbatasan seperti Prambanan. Para gelandangan dan pengemis itu diperkirakan berasal dari luar daerah yang sudah menerapkan perda penanggulangan gelandangan dan pengemis. Jika tak segera ada payung hukum, keberadaan gelandangan dan pengemis dikhawatirkan semakin banyak.

“Jogja dan Solo sudah memiliki perda itu. Kami tidak ingin Klaten menjadi pusat gelandangan dan pengemis karena buangan dari daerah lain yang sudah menerapkan perda tersebut,” ungkapnya. (baca: Pembahasan 5 Raperda di DPRD Klaten Macet Ini Sebabnya)

Edy mengatakan perda tersebut bakal menjadi payung hukum penanganan gelandangan dan pengemis. Upaya penanggulangan bisa dilakukan dengan pembuatan tempat rehabilitasi sosial serta pembinaan melalui pelatihan keterampilan hingga pemberian modal jika ditemui pengemis dan gelandangan dari Klaten.

“Penanggulangannya itu untuk mengangkat derajat agar tidak kembali menjadi gelandangan serta pengemis,” urai dia.

Soal sanksi, Edy menjelaskan dari hasil studi sanksi bisa diterapkan sanksi bagi orang yang diketahui menjadi koordinator gelandangan dan pengemis maksimal enam bulan penjara dan denda Rp50 juta.

Para pemberi uang ke gelandangan dan pengemis bisa dijerat satu pekan penjara dan denda Rp1 juta. “Sanksi itu merupakan sanksi maksimal yang boleh diterapkan melalui perda,” ungkapnya.

Pemberlakuan sanksi dinilai efektif mengurangi gelandangan dan pengemis. Edy mencontohkan seperti penerapan Perda tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis di DIY.

“Sebelum ada perda setiap hari 80-100 pengemis beroperasi di kawasan Malioboro. Namun, setelah diterapkan larangan memberi, kawasan Malioboro bersih dari gelandangan dan pengemis,” kata dia.

Lebih lanjut, Edy mengatakan Perda tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis ditargetkan rampung pada 2018. “Setelah perda ditetapkan tentu nanti ada sosialisasi. Soal sanksi, penerapannya tidak gegabah. Harus ada sosialisasi yang intentif ke tokoh agama serta tokoh masyarakat,” ungkapnya.

Kepala Satpol PP Klaten, Sugeng Haryanto, mengatakan Satpol PP selama ini dilibatkan terkait kajian usulan raperda inisiatif oleh Komisi IV DPRD Klaten.

“Rencananya sanksi yang diatur itu untuk pengemis atau gelandangan bisa dituntut tiga bulan penjara dan denda Rp50 juta. Pekerjanya bisa dikenai sanksi enam bulan penjara dan denda Rp50 juta. Soal penuntutannya itu masuk ranahnya kejaksaan,” ungkapnya.

Sugeng mengatakan Klaten diapit oleh dua kota besar yakni Jogja dan Solo. Potensi munculnya gelandangan dan pengemis cukup besar apalagi setelah dua kota tersebut menerapkan perda tentang penanganan gelandangan dan pengemis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya