SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BOYOLALI — Kalangan DPRD Kabupaten Boyolali mendesak Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) setempat agar tidak memaksa para guru membeli laptop yang difasilitasi dinas tersebut.

Anggota DPRD dari Fraksi Amanat Nasional (FPAN) Kabupaten Boyolali, Thontowi Jauhari, bahkan meminta agar Disdikpora menghentikan penjualan laptop kepada para guru. Menurut dia, seharusnya laptop yang sudah terlanjur terjual, agar ditarik dan uangnya dikembalikan kepada guru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

”Program penjualan itu awalnya ditujukan kepada para guru yang telah bersertifikasi, namun belakangan guru yang sedang mengikuti ujian kompetensi guru pun juga diminta untuk membeli,” ungkap Thontowi kepada wartawan di Boyolali, Jumat (21/9/2012). Thontowi menambahkan persoalan itu sebenarnya bukan hanya meresahkan para guru, namun juga melanggar hukum dan etika pemerintahan.

”Sepanjang sejarah adanya pemerintahan Boyolali, baru kali ini ada pejabat Pemkab yang nyambi bisnis dengan cara memaksa para aparaturnya untuk membeli barang dagangannya,” tandasnya.

Ekspedisi Mudik 2024

Thontowi menambahkan jika melihat surat edaran (SE), program pengadaan laptop ditujukan bagi para guru. Semestinya, menurut dia, jika itu program Disdikpora, seluruh program tersebut harus dibiayai oleh negara yang bersumber dari APBD atau APBN.

”Nah, kalau program Dinas dibiayai oleh pihak ketiga, mestinya dananya masuk dulu di APBD,” katanya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), M Basuni, mengatakan persoalan itu pernah disampaikan dalam pemandangan umum FPKS dan telah dijawab melalui nota jawaban Bupati, Seno Samodro.

”Ya saat itu dijelaskan bahwa penawaran laptop itu tidak ada paksaan. Namun tidak dipungkiri, pada kenyataannya di lapangan, banyak yang merasa terpaksa membeli laptop mereka takut jika tidak membeli ada dampaknya terhadap mereka. Terlebih ketika mereka diminta untuk menandatangani fakta integritas, sehingga di sini sudah ada penekanan-penekanan terhadap mereka,” terang Basuni.

Terpisah, Kepala Disdikpora Boyolali, Dradjatno, menegaskan sejak awal ada penawaran laptop kepada kalangan guru, pihaknya tidak pernah memaksa mereka untuk membeli.

“Dari awal kami memberikan informasi tersebut, kami sudah menyampaikan bahwa kalau memang membutuhkan laptop ya kami persilakan membeli. Kami hanya memfasilitasi. Tapi bagi yang sudah punya [laptop], ya tidak usah membeli. Kalau tidak punya uang, ya tidak usah membeli,” terang Dradjatno.

Diakui Dradjatno, banyak guru yang sudah membeli laptop yang difasilitasi Disdikpora. Namun menurutnya, jumlahnya justru lebih sedikit dibandingkan jumlah keseluruhan guru yang ada di Kota Susu.

“Memang banyak yang sudah membeli, tapi jumlahnya hanya sekitar 2.000 guru dari total sekitar 8.000 guru di Boyolali. Itu bukti kalau memang tidak ada paksaan dari Disdikpora,” imbuh dia.

Dradjatno juga membantah ada SE dari Disdikpora terkait penjualan laptop kepada para guru tersebut. Ditanya tentang keharusan guru, khususnya guru sertifikasi, memiliki laptop, diakui Dradjatno, tidak ada keharusan untuk itu. Dalam peraturan pun tidak ada. Pihaknya juga menjamin tidak ada sanksi bagi para guru yang tidak membeli laptop yang difasilitasi Disdikpora.

“Laptop ini kan merupakan salah satu penunjang bagi para guru itu dalam peningkatan kinerjanya,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya