SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembangunan perumahan (Burhan Aris Nugraha/JIBI/Solopos)

DPRD Gunungkidul mengajukan kenaikan standar persewaan rumah.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Kenaikan tunjangan dewan bisa menjadi jebakan bagi anggota DPRD Gunungkidul. Hal ini tidak lepas dari rasionalisasi kenaikan tunjangan berkaitan dengan standar persewaan rumah di Gunungkidul. Untuk itu, wakil rakyat diminta berhati-hati, karena bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mantan Ketua DPRD Gunungkidul Ratno Pintoyo tidak memermasalahkan adanya kenaikan tunjangan perumahan bagi dewan. Hanya saja, kenaikan tersebut harus dirasionalkan dengan kondisi persewaan perumahan di Gunungkidul.

“Naik boleh-boleh saja, asalkan sesuai dengan kondisi yang ada,” kata Ratno kepada awak media, Rabu (14/10/2015).

Menurut dia, kenaikan tunjangan dari angka sekitar Rp5 juta ke Rp7 jutaan sudah tidak wajar. Kondisi berbeda jika wakil rakyat ini tinggal di Jakarta atau Bali, nominal Rp7 juta per bulan merupakan hal yang wajar. Tapi untuk kondisi di Gunungkidul tidak memungkinkan, karena harga sewa belum menyentuh angka tersebut.

“Silahkan cek dan cari harga sewa perumahan di Gunungkidul berapa? Saya yakin tidak ada yang sampai Rp7 juta,” ungkap mantan Ketua DPC PDI Perjuangan ini.

Lebih jauh dikatakan Ratno, kebijakan itu bisa menjadi temuan BPK, karena kondisi pasaran saat ini tidak sesuai dengan nominal yang diajukan. Untuk itu, dia berharap agar para wakil rakyat untuk lebih berhati-hati dan memahami sistem perundang-undangan yang ada. “Saya yakin BPK tidak akan tinggal diam. Mereka pasti akan melakukan survei lapangan dan meminta dokumen pengesahan kenaikan tunjangan tersebut,” seru dia.

Dia pun meminta, kasus hukum yang menimpa dirinya bisa menjadi pelajaran dan jangan sampai terulang kembali.”Apa yang menimpa saya dan teman-teman hanya sebatas kesalahan administrasi tapi proses hukum ini belum selesai hingga sekarang,” ungkap dia.

Terpisah, Aktivis Jejaring Rakyat Mandiri Rino Caroko menilai kenaikan tunjangan bagi kalangan dewan sebagi bukti bahwa mereka tidak peka terhadap kondisi masyarakat. Dengan kenaikan tunjangan ini, maka menimbulkan perbedaan sosial yang makin kentara. Jika terus dibiarkan, masalah ini bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap kalangan dewan. “Lebih baik upaya ini dibatalkan saja, dan digunakan untuk program yang lain,” ungkap Rino.

Dia berpendapat, pengalihan itu bisa digunakan untuk memberbaiki fasilitas publik yang dimiliki. Terlebih lagi adanya pelarangan bantuan sosial dan dana hibah menjadikan persoalan tersendiri bagi warga yang membutuhkan maupun penyerapan anggaran di pemkab. “Jangan-jangan upaya ini hanya untuk kedok memperbesar serapan anggaran. Kalau itu sampai terjadi maka sangat memalukan sekali,” sindirnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya