SOLOPOS.COM - Kepala DP2KBP3A Sragen Udayanti Proborini. (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Tingginya angka pernikahan anak di Kabupaten Sragen masih menjadi pekerjaan rumah (PR) berat yang harus diselesaikan. Upaya untuk menekan angka pernikahan anak ini sejatinya bukan hanya jadi tanggung jawab Pemkab Sragen, melainkan semua pihak.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Sragen, Udayanti Proborini, mengakui angka pernikahan usia anak di Sragen masih cukup tinggi. Hal ini didasarkan pada jumlah permohonan dispensasi perkawinan dari Pengadilan Agama Sragen.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Sepanjang tahun ini hingga Oktober 2022 sudah ada 330-an jumlah permohonan dispensasi perkawinan. Sementara data pada 2020 ada 349 permohonan.

“Perkawinan anak tentu akan memunculkan dampak bagi si pelaku maupun calon anak yang akan dilahirkan nanti,” terang Udayanti pada Solopos.com, Sabtu (5/11/2022).

Dampak tersebut bisa dilihat dari aspek kesehatan dan pendidikan anak yang menikah pada usia dini tersebut. Termasuk pola asuh kepada calon anak. Banyak dari mereka yang belum siap dari segi mental dan kedewasaan untuk mengasuh anak.

Baca Juga: Pasangan Duta Genre Boyolali Terpilih, Tugas Utama Tekan Pernikahan Dini

“Di sisi lain, calon anak itu juga berisiko terlahir stunting, karena ibu yang belum cukup umur. Secara reproduksi juga belum siap dan belum matang. Selain stunting, juga berisiko terhadap kematian ibu. Maka diperlukan upaya pencegahan dalam menurunkan angka perkawinan anak ini,” tambahnya.

Hal ini juga merupakan salah satu arahan Presiden kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), sehingga memasukkan pencegahan perkawinan anak ini ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.(RPJMN) 2020-2024.

“Maka dari itu pencegahan perkawinan anak menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya pemerintah. Pemerintah sendiri tetap harus ikut berperan dan berpartisipasi dalam pencegahan perkawinan anak. Selain itu peran lembaga masyarakat secara luas, dari media sosial, pihak swasta, civitas akademik, harus terlibat. Karena memang perlindungan anak ini menjadi tanggung jawab semua pihak,” ujarnya

Lima Strategi

Terdapat lima strategi nasional yang harus dilakukan untuk mencegah pernikahan anak. Pertama adalah dengan optimalisasi kapastitas anak. Salah satunya dengan menyadarkan anak tentang pentingnya mereka mengambil peran sebagai pelapor dan pelopor.

Baca Juga: Angka Pernikahan Anak di Sragen Terus Meningkat

Kedua, menciptakan lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan. Lingkungan yang dimaksud adalah yang bisa memberikan kenyamanan dan keamanan terhadap anak-anak. Sehingga, bisa mencegah perkawinan anak ini.

“Mengubah stigma masyarakat juga penting. Masih ada pemikiran dengan menikahkan anak akan mengurangi angka kemiskinan, ini stigma yang keliru dan harus dibenahi,” sambung Udayanti.

Ketiga, menyediakan aksesibilitas atau perluasan layanan. Ini artinya bagaimana akses layanan anak harus dipersiapkan secara matang. Jadi memang harus ada pelayanan reproduksi dan sebagainya yang mendukung layanan terhadap anak.

Keempat, penguatan regulasi dan kelembagaan. Pencegahan pernikahan dini harus didukung dengan aturan hingga tingkat daerah. Selain itu perlu adanya penguatan kelembagaan, baik di pemerintah maupun nonpemerintah.

Baca Juga: Pemprov Jateng Sediakan Ruang Curhat Anak-Anak via Aplikasi Jogo Konco

“Kelima, penguatan koordinasi pemangku kepentingan, artinya berbagai stakeholders harus dilibatkan. Kelima hal ini tentu sangat melibatkan semua pihak, mulai dari orang tua, masyarakat, dan anak itu sendiri,” sambungnya.

DP2KBP3A mempunyai dua forum yang nantinya diharapkan bisa berpartisipasi dan berperan aktif dalam mengampanyekan pencegahan pernikahan usia anak. Dua forum itu yakni Forum Anak Sukowati (Forasi) dan Duta Generasi Berencana (GenRe). Dua elemen ini bisa menjadi sarana menyosialisasikan pencegahan perkawinan anak.

Mereka juga bisa mendorong anak agar berani menjadi pelapor jika mengalami atau melihat pelanggaran terhadap anak. Selain itu menjadi pelopor dengan mengedukasi teman sebaya soal apa yang mereka bisa lakukan untuk menghindari pernikahan anak.

“Kami berharap keterlibatan semua pihak dalam pencegahan perkawinan anak ini. Menekan pernikahan dini penting dalam menciptakan generasi yang berkualitas dan sehat. Anak-anak bisa terpenuhi hak-haknya dan terlindungi dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Tentunya kami berharap dengan adanya edukasi dan sosialisasi yang dilakukan tentu akan menurunkan angka perkawinan anak, khususnya di Kabupaten Sragen,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya