SOLOPOS.COM - Dosen Fakultas Pertanian UNS Solo membimbing petani mete Wonogiri untuk menghasilkan mete bibit unggul dari varietas lokal di Wonogiri, belum lama ini. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo membimbing petani untuk menghasilkan mete bibit unggul dengan harga terjangkau.

Di tengah perayaan Idulfitri, mete menjadi camilan kesukaan masyarakat kelas menengah ke atas. Harga mete bisa menjulang pada momentum tersebut, yakni hampir menembus Rp200.000 per kilogram.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Jika mampu menghasilkan mete bibit unggul, pendapatan petani mete Wonogiri tentu bisa lebih baik. Hal inilah yang mendasari dosen peneliti dari Fakultas Pertanian UNS Solo, Prof. Dr. Bambang Pujiasmanto, beserta tim membimbing petani Wonogiri.

Baca juga: Teguh Esha Penulis “Ali Topan Anak Jalanan” Tutup Usia

Pusat penanaman jambu mete Jawa Tengah berada di Kabupaten Wonogiri yang tersebar di sepanjang Sungai Keduang aliran Bengawan Solo. Berbagai varietas jambu mete dapat dijumpai di lokasi tersebut, seperti merah, orange, kuning, dan hijau.

“Mete Wonogiri banyak ragamnya, dari warna buah teridentifikasi merah, orange, kuning, dan hijau. Dari bentuk buah teridentifikasi membulat, bulat telur, lancip, agak pipih, sedangkan kacang gelondongnya juga beragam, diantara ragam tersebut ada yang unggul, inilah yang perlu dilestarikan, dilindungi sehingga dapat dijadikan indukan atau pohon induk,” kata Prof. Bambang dalam rilis yang diterima Solopos.com, Senin (17/5/2021).

Dosen juga pernah menjadi Dekan Fakultas Pertanian dua periode sebelum sekarang ini, beserta tim sedang membimbing petani mete di Desa Pondok Ngadirojo.

Baca juga: Polemik KPK Kian Panas, Novel Basewan Cs Laporkan Anggota Dewan Pengawas

Menyambung Mete Lokal dan Unggul

Petani diajari cara melakukan grafting (menyambung) antara mete lokal dengan mete unggul. Dengan cara ini akan diperoleh mete unggul lokal Wonogiri.

Kegiatan yang dipimpin dosen Pertanian UNS Solo ini diikuti 15 petani mete terpilih. Mereka dibimbing secara bertahap, disesuaikan dengan umur bibit dan tahap kegiatan.

“Sebelum membimbing petani mete, kami telah melakukan penelitian grafting. Hasilnya menggembirakan bahwa dalam kurun waktu dua tahun setelah grafting, bibit yang disambung tersebut sudah berlatih berbunga, namun tentu penanaman dan pemeliharaan harus sesuai standar operasional prosedur Good Agriculture Practices,” ujar dia.

Baca juga: Tersangka Tragedi Perahu Terbalik di Waduk Kedungombo Boyolali Kemungkinan Lebih dari 1 Orang

Teknik dan keberhasilan grafting yang diberikan dosen Fakultas Pertanian UNS Solo terletak pada pemilihan pohon induk sebagai sumber benih yang akan digunakan sebagai batang bawah dan batang atas.

Selain itu, cara menyambung yang tepat serta menyungkup bibit setelah di-grafting. Apabila dalam waktu 21 hari pucuk batang atas masih hijau dipastikan sambungan berhasil.

Sebaliknya, jika pucuk batang atas berwarna coklat berarti gagal. Dalam membimbing petani mete, dosen Pertanian UNS Solo mengajak petani ke lapangan pertanaman jambu mete agar dapat mengetahui langsung.

Baca juga: Buntut Tragedi Perahu Terbalik di Kedungombo, Wisata Air di Sukoharjo Ditutup

Identifikasi Pohon Induk

Petani juga diajari cara mengidentifikasi sendiri pohon-pohon induk untuk sumber benih yang akan dijadikan batang bawah dan pucuk dahan yang akan dijadikan batang atas.

Urutan grafting itu dimulai dengan menyemai benih untuk batang bawah, mengambil batang atas saat batang bawah siap disambung. Kemudian menyambung, menyungkup dan menginkubasikan selama 30 hari.

“Dalam melakukan penyambungan, waktu yang tepat saat menyambung yaitu bulan Oktober, dalam kalender Jawa dikenal mongso kapat,” kata salah satu anggota tim yang tergabung dalam tim pembimbing petani di lapangan, Profesor Supriyono.

Baca juga: Andrea Meza Sabet Gelar Miss Universe 2020

Agar petani mete betul-betul dapat melakukan penyambungan maka didemonstrasikan teknik grafting mulai dari memotong batang bawah, membelah/menyayat, mensisipkan taji entres, dan menali.

Kemudian, menyungkup hingga menempatkan dalam naungan sebagai tempat “inkubasi”. Setelah diberi contoh masing-masing petani yang dibimbing dosen Fakultas Pertanian UNS Solo itu harus dapat melakukan penyambungan dengan teknik yang sama.

“Teknik grafting itu sangat banyak, tahun yang lalu kita sudah melakukan, diantara teknik yang ada, cleftgrafting tampaknya menjadi salah satu teknik yang mudah dilakukan petani, maka sekarang ini mereka kita latih. Harapan kita, mereka dapat membuat bibit sendiri,” kata Profesor Endang Siti Rahayu, salah satu anggota tim.

Baca juga: Viral Kabar Prajurit TNI Sembuh dari Covid-19 Setelah Minum Racikan Air Kelapa, Ini Komposisinya



Sementara itu, Dr. Ir. Eko Murniyanto dari Dewan Riset Daerah Wonogiri, menyampaikan mete Wonogiri berbeda tekstur dan rasanya dibandingkan mete yang berasal dari luar wilayah. “Teksturnya kenyal dan rasanya manis. Dalam mepertahankan mete Wonogiri kami sudah bekerja sama dengan UNS sejak tahun 2015,” kata dia.

Beberapa tahun yang lalu UNS Solo telah melakukan stimulasi 4.000 bibit mete asal biji dan secara simbolis diserahkan kepada Bupati Wonogiri, Joko Sutopo atau yang akrab disapa Jekek.

Selanjutnya mete tersebut diteruskan kepada petani mete di Desa Kerjolor, Ngadirojo, Wonogiri. “Bibit ini agar dipelihara sebaik-baiknya, dipupuk dengan pupuk organik seperti pupuk kandang atau kompos, diairi jika ditengarai kurang air dan jika ada ulat supaya dikendalikan, harus berhasil hingga berbuah” kata Jekek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya