SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Pada zaman dulu, dongeng telah menjadi media pendidikan yang sangat baik untuk membentuk berbagai karakter manusia melalui pendidikan anak. Menurut saya, dongeng juga sangat strategis sebagai media pendidikan menjelang tidur. Saat itu orang tua memiliki banyak cerita, baik itu fi ktif maupun cerita nyata. Pengemasan cerita fi ktif memerlukan kecakapan, tetapi saat itu kebanyakan orang tua mampu mengemas cerita sesuai dengan tujuannya.

Nah sayangnya, sekarang ini saya melihat orang tua mulai tidak lagi mampu mengemas cerita, sehingga jarang orang tua memberikan cerita pada anaknya menjelang tidur. Akibatnya, kita kehilangan media pendidikan yang strategis membangun budaya anak. Menurut saya, pembangunan karakter anak-anak kita sekarang ini justru didominasi oleh pengaruh luar. Substansi pendidikan luar itu justru tidak menghasilkan pendidikan yang baik, tapi sebaliknya menghasilkan pendidikan yang kurang baik.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Misalnya, budaya kekerasan yang sangat memengaruhi perilaku anak-anak kita yang pada akhirnya berakibat kurangnya penghargaan anak-anak kita terhadap orang lain. Anak-anak pasti telah tertidur sebelum cerita orang tua selesai. Namun demikian, misi dalam cerita itu sebagian besar telah ditangkap oleh anak. Sehingga pincangnya pendidikan formal kita saat itu dapat ditutup oleh kebiasaan mendongeng orang tua menjelang anak tidur. Anak tidak merasa dididik dengan mendengarkan dongeng. Dia dengan ikhlas mendengarkan cerita orang tua itu tanpa ada prasangka apa-apa. Padahal di dalam dongeng itu tersirat pesanpesan mendidik yang sangat berarti, yang bila disampaikan di sekolah formal mungkin jarang anak yang mendengarkan dengan senang, ikhlas dan penuh ketekunan.

Saya yakin, betapa bahagia nya anak-anak kita bila sekolah bisa menciptakan model pendidikan yang menyenangkan dan menciptakan kedamaian. Melalui dongeng justru pendidikan afektif dapat dilakukan dengan mudah. Emosi, hati dan intelek anak mudah tersentuh oleh dongeng. Padahal melalui belajar di sekolah sentuhannya hanya lah pada kognitif anak. Sehingga dongeng dapat digunakan sebagai alternatif pendidikan untuk menutup kekeringan pendidikan formal yang sekarang ini terjadi Bila dongeng dapat dikatakan punya muatan metode dan media pendidikan yang baik, misi dongeng itu tergantung pada substansi muatan yang akan ditransformasikan.

Nah, bila misinya tentang watak, yakni sifat batin yang memengaruhi pikiran dari perbuatan manusia, maka muathn transforma sinya adalah, watak. Watak pribadi yang baik, saya kira adalah jujur lahir dan batin, menghargai hak orang lain, memiliki tanggung jawab, tidak sombong, yang menggambarkan watak orang yang tidak akan merugikan orang lain. Watak yang demikian menunjukkan budi pekerti yang baik, dan hal itu diwujudkan dalam perilaku nyata kesehariannya. Tuntutan watak juga terkait dengan kehidupan berbangsa kita, yakni tuntutan watak berbangsa yang memerlukan adanya rasa persatuan dan kesatuan, adanya kemampuan dapat hidup dalam kehidupan yang multikultural.

Saya rasa, model kehidupan yang demikian itu menggambarkan model kehidupan yang horizontal, yakni antar manusia memiliki kesetaraan proporsional dalam segala status sosial. Ajran yang baik Moral menggambarkan ajaran tentang baik dan buruknya perbuatan dan kelakuan manusia dalam hidup secara pribadi maupun secara sosial dalam masyarakat. Tuntutan moral kita mencakup moral pribadi dan moral berbangsa. Yang perwujudannya menggambarkan manusia yang secara pribadi dan sosial memiliki karakter yang jujur, moral gotong royong, saling membantu, moral tidak ingin hidup sendiri, tetapi hidup dalam kebersamaan.

Pribadi manusia yang baik, itu jelas melukiskan keadaan seseorang yang batinnya kuat dan tegar, tidak mudah goyah, dan punya pendirian. Jati diri yang baik adalah manusia yang punya kepribadian yang jelas, punya sikap yang jelas, dan tindakan yang jelas. Bila karak ter ini dapat kita bangun pada anak melalui dongeng, betapa sulitnya hal ini bisa kita raih melalui pendidikan formal. Menurut saya, sopan santun dapat diperlihatkan dalam perilaku keseharian, dengan tampak menghargai orang lain terutama kepada orang yang lebih tua. Sopan berarti hormat dengan perilaku yang baik. Santun berarti halus dan baik bahasa dan tingkah lakunya. Bertindak secara proporsional dan tidak sombong. Tapi semua ini harus dilakukan dengan ikhlas.

Dalam konteks inilah, saya melihat bahwa kejujuran merupakan dasar dari semua perilaku di atas. Dalam melakukan perilaku itu, harus disertai kejujuran. Kejujuran merupakan landasan semua perilaku. Kejujuran disertai dengan keikhlasan. Dalam sikap kejujurannya dihindari terjadinya penampilan yang sifatnya pura-pura, serong, tidak jujur dan tidak ikhlas. Tanggung jawab juga merupakan sifat dasar. Sifat manusia yang dengan konsekuen berani menanggung risiko atas perbuatannya. Kita harus melakukan segala sesuatu tindakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Tanggung jawab disertai dengan kesadaran, artinya apa yang kita lakukan harus dilandasi kesadaran dan tanggung jawab.

Rasa setia kawan dapat ditumbuhkan melalui dongeng. Rasa setia kawan membangun solidaritas sosial. Setia
kawan menuntut rasa toleransi, tidak membedakan antar kawan, gotong royong cermin dari solida ritas sosial,
dan didasari oleh penghargaan kita pada orang lain. Dari semua uraian di atas, dongeng memiliki potensi menjadi media pendidikan dalam mengembangkan karakter dan budaya anak. Oleh karena itu dengan ke ringnya pendidikan formal kita sekarang ini, sebaiknya do ngeng dihidupkan lagi, tidak hanya menjadi tuntunan menjelang tidur, tapi disajikan di sekolah bukan sebagai mata pelajaran, tidak diujikan dan tidak perlu penilaian kuantitatif.

Oleh Prof Djohar MS Rektor UST Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya