SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA – Pemerintahan Trump secara resmi menyebut China sebagai manipulator mata uang, sebuah pernyataan yang meningkatkan ketegangan perang dagang lebih jauh.

Sikap tersebut disampaikan Washington setelah Bank Sentral China (PBOC) dengan sengaja membiarkan nilai yuan jatuh terhadap dolar AS sebagai bentuk balasan atas tarif impor Presiden AS Donald Trump.

Promosi Jelang Lebaran, BRI Imbau Nasabah Tetap Waspada Modus Penipuan Online

Perselisihan antara dua ekonomi terbesar dunia ini dengan cepat berubah menjadi lebih buruk dari sebelumnya dan berhasil mengguncang pasar.

Indeks berjangka S&P 500 tergelincir hampir mencapai 2% pada satu waktu, meskipun gejolak mereda ketika China menetapkan tingkat yang lebih kuat dari yang diperkirakan untuk yuan dalam penetapan hariannya.

Mata uang China menembus level 7 yuan per dolar AS pada Senin (5/8/2019), untuk pertama kalinya sejak 2008, hingga memicu keributan di pasar global.

Indeks S&P 500 mengalami penurunan terbesar tahun ini, sedangkan safe havens seperti tresuri dan yen mengalami kenaikan. Di sisi lain, ekuitas turun lagi pada Selasa (6/8/2019), meskipun nilai yuan naik di pasar offshore dan yen melemah.

Pernyataan AS yang mengatakan bahwa China adalah manipulator disampaikan menyusul deklarasi Gubernur PBOC Yi Gang, yang mengatakan bahwa bangsanya tidak akan menggunakan yuan sebagai alat untuk menangani sengketa perdagangan.

“Saya sepenuhnya yakin bahwa yuan akan tetap menjadi mata uang yang kuat terlepas dari fluktuasi baru-baru ini di tengah ketidakpastian eksternal,” kata Yi dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip melalui Bloomberg, Selasa (6/8/2019).

Adapun, melalui akun twitternya, Trump mengatakan bahwa jatuhnya yuan di bawah level simbolik 7 yuan per dolar AS adalah sebuah aksi manipulasi mata uang.

Atas dasar itu, Departemen Keuangan AS menyampaikan bahwa Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan menggandeng International Monetary Fund (IMF) untuk menghilangkan keunggulan kompetitif tidak adil yang diciptakan oleh tindakan terbaru China.

Ini adalah pertama kalinya AS menyebut negara lain sebagai manipulator sejak 1990-an, ketika China juga merupakan targetnya. Secara teknis, ini mengharuskan pemerintah AS untuk mencari negosiasi dengan pemerintah yang dituduh melakukan manipulasi.

Namun para pejabat di Beijing dan Washington telah terlibat dalam pembicaraan perdagangan selama lebih dari setahun.

Jika tidak ada kemajuan setahun setelah pernyataan dilontarkan, China dapat menghadapi kemungkinan sanksi termasuk larangan bagi perusahaannya bersaing untuk kontrak pemerintah AS dan dikecualikan dari kesempatan pembiayaan dari agen pemerintah Amerika untuk proyek-proyek pembangunan.

Analisis pada 2016 menunjukkan perusahaan China memiliki kontrak marjinal selama beberapa tahun sebelumnya dan tidak ada pembiayaan pembangunan outstanding.

Di saat Trump berjanji untuk menyatakan China sebagai manipulator mata uang selama kampanye presidennya pada tahun 2016, Departemen Keuangan sejauh ini menolak untuk mengambil langkah tersebut.

Departemen Keuangan biasanya membuat penentuan kebijakan mata uang dalam laporan tengah tahunan kepada Kongres, tetapi langkah mereka pada Senin (5/8/2019), tidak terduga.

“Kami akan mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan ekspektasi pasar,” ujar Departemen Keuangan AS.

Mereka juga menyinggung bahwa instrumen yang dikembangankan China dianggap sebagai pengakuan terbuka oleh PBOC bahwa bank sentral memiliki pengalaman terkait manipulasi mata uang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya