SOLOPOS.COM - Petugas mengangkut sampah dari tempat penampungan sampah sementara (TPS) ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Winong di Kelurahan Siswodipuran, Kecamatan Boyolali, Rabu (20/10/2021). (Solopos.com/Cahyadi Kurniawan)

Solopos.com, BOYOLALI – Saban hari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali mengangkut 50-60 ton sampah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Winong. Penanganan sampah harus diperkuat di level RT sehingga sampah yang terangkut hanya berupa residu baik yang tidak bernilai ekonomi maupun kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Kepala DLH Boyolali, Lusia Diah Suciati, mengatakan sampah yang diangkut ke TPA biasanya kembali dipilah oleh belasan pemulung. Para pemulung akan memanfaatkan kembali sampah berupa kardus atau botol plastik bernilai ekonomis meski berkualitas rendah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam sebulan, mereka berhasil mengumpulkan 12 ton dari hasil kerja 4-6 orang pemulung. Sampah ini dijual dengan harga Rp600.000 per ton.

Baca Juga: 9.000 PKL dan Warung di Wonogiri Dapat Bantuan Rp10,8 Miliar

Ekspedisi Mudik 2024

Sedangkan, sampah sisanya dikelola oleh DLH dengan sistem controlled landfill. Dalam sistem ini sampah dikumpulkan dalam blok-blok. Blok-blok ini akan diuruk secara berkala dengan tanah lalu ditimbun lagi dengan sampah. Begitu seterusnya sampai ketinggian tertentu.

“Setiap tahun kami sediakan kira-kira dua blok karena volume sampah yang diangkut per hari antara 50-60 ton. Blok ini setelah 2-3 hari kami lapisi tanah uruk,” kata Lusia, saat dihubungi Solopos.com, Rabu (20/10/2021).

DLH terus mendorong agar penanganan masalah sampah bisa rampung di tingkat RT. RT bisa mengelola sampah melalui bank sampah atau membikin galian kecil yang biasa disebut jugangan untuk menampung sampah organik.

Baca Juga: Picu Kerumunan, Padang Rumput Tegalharjo Wonogiri Ditutup

Sedangkan, sampah plastik dan yang bernilai ekonomi lain bisa dijual kembali. Pemilahan sampah di level RT ini bisa membuat volume sampah yang diangkut turun menjadi 40-50 ton per hari.

“Kearifan lokal kami hidupkan kembali. Kalau semua sudah menerapkan di RT, ke depan sampah habis dari sumbernya. Tinggal residu. Kami akan kumpulkan Camat bertahap. Kemarin sempat terhambat untuk kunjungan dan pendampingan karena pandemi,” kata dia.

Selain itu, DLH juga menggelar lomba monitoring center for development (MCD) dengan fokus pengelolaan sampah. Hal ini salah satunya terlihat dari pemenang asal Kecamatan Ampel yang berhasil memanfaatkan lokasi bekas tempat sampah menjadi taman.

Baca Juga: Hujan Abu Tipis di Selo Boyolali, Aktivitas Warga Tetap Normal

Kemudian, DLH akan meluncurkan program satu desa memiliki satu Tempat TPS-3R. Dilansir dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), TPS-3R adalah sistem pengolahan sampah dengan inovasi teknologi mesin pencacah sampah dan pengayak kompos yang lebih efektif dan efisien.

Pemerintah Desa akan didorong menyediakan alokasi anggaran penanganan sampah untuk TPS-3R ini. DLH sudah menyampaikan rencana ini ke dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK).

“Ke depannya seperti itu. Meski untuk budaya hidup bersih sehat butuh waktu dan kesabaran. Rajin pendampingan dan lainnya,” ujar Lusia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya