SOLOPOS.COM - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman. (JIBI/Solopos/Antara/Reno Esnir)

Solopos.com, JAKARTA -- Pemecatan Ketua KPU RI, Arief Budiman, oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkesan janggal di mata sejumlah pihak. Mereka mempertanyakan dasar pemberhentian Arief.

Kejanggalan ini salah satunya dirasakan pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad. Ia menilai dalil DKPP multi-interprestasi. "Dalam perkara ini DKPP menyatakan Ketua KPU melanggar Pasal 157 ayat 1 yang pada pokoknya tidak menghargai sesama penyelenggara pemilu. Dalil DKPP tersebut multi-interprestasi," ucap Suparji.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurutnya, tafsir "menghargai" kurang terukur. Suparji menjelaskan sikap menjalankan putusan pengadilan merupakan kewajiban setiap warga negara, sehingga kriteria patut atau tidak patut menjadi subjektif. "Dalam konteks ini, ada unsur kecenderungan subjektif karena putusan tersebut menyatakan yang bersangkutan tidak menghargai putusan dari lembaga yang memutuskan sebelumnya. Ini ibaratnya jeruk makan jeruk," tutur Suparji.

Ketua KPU Arief Budiman Dipecat DKPP, Gegara Ini...

"Karena ternyata ada unsur superioritas lembaga. Putusannya harus ditaati tanpa ruang untuk mengajukan keberatan dan jika ternyata ada pendampingan terhadap upaya untuk keberatan yang dikabulkan dikualifikasikan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu," lanjutnya.

Kewenangan DKPP Dipertanyakan

Sementara anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus mempertanyakan kewenangan serta landasan aturan DKPP memecat Arief Budiman. Ia juga bertanya mengenai dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Arief Budiman karena mendampingi komisioner KPU Evi Novida Ginting dalam proses penggugatan surat keputusan Presiden di PTUN Jakarta.

"Apa dasar dari DKPP memberhentikan memecat Arief Budiman? Apakah dengan melakukan, mendampingi (Evi Novida) di PTUN itu ada aturan secara eksplisit yang menyatakan bahwa (Arief) Budiman melakukan pelanggaran kode etik? Tentu ini harus dijelaskan secara terang benderang oleh DKPP sehingga tidak menimbulkan polemik," ujar anggota Fraksi PAN itu, Rabu (13/1/2021).

KPU Hibahkan Ribuan Thermo Gun Kepada Pemkab Wonogiri

Guspardi mengatakan pihaknya segera meminta penjelasan DKPP. Salah satunya terkait SK pemberhentian Arief Budiman.

Sebagai informasi, Arief Budiman diketahui turut mendampingi Evi Novida Ginting saat menggugat keputusan presiden di PTUN Jakarta. DKPP menilai tindakan Arief Budiman itu melanggar kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu.

"Bahwa putusan DKPP bersifat final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu, kehadiran teradu dalam setiap kesempatan di ruang publik menyertai dan mendampingi saudara Evi Novida Ginting dalam memperjuangkan hak-haknya menyebabkan KPU secara kelembagaan terkesan menjadi pendukung utama dalam melakukan perlawanan terhadap putusan DKPP," demikian bunyi penggalan putusan DKPP yang dibacakan Ketua DKPP Muhammad, Rabu.

Melalui Program Keluarga Harapan, Satu Keluarga Bisa Dapat Rp10,8 Juta

"Sikap dan tindakan teradu tersebut bertentangan dengan kode etik bahwa setiap penyelenggara pemilu wajib menghargai sesama lembaga penyelenggara pemilu sesuai dengan pasal 157 ayat 1 UU No 7 tahun 2017. DKPP memiliki mandat untuk menjaga integritas, kemandirian dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Ketentuan tersebut mempunyai makna bahwa pelaksanaan tugas DKPP memeriksa dan memutus dengan pelanggaran kode etik bertujuan menjaga kehormatan lembaga penyelenggara pemilu dari perilaku individu yang terbukti mereduksi atau menghancurkan kemandirian dan kredibilitas institusi diberi sanksi agar kepercayaan publik terhadap pemilu dapat terjaga," lanjut Muhammad.

Dianggap Tidak Hormat

DKPP berpandangan sikap Arief Budiman tersebut seolah-olah menunjukkan tidak adanya penghormatan kepada sesama lembaga pemilu. Meski Arief Budiman telah menyatakan kehadirannya sebagai bentuk dukungan pribadi, DKPP tetap menilai hal itu termasuk kategori pelanggaran kode etik.

Gemetar, Dokter yang Nyuntik Jokowi Ngaku Grogi

"Sikap dan tindakan teradu menunjukkan tidak adanya penghormatan tugas dan wewenang sesama lembaga pemilu. Teradu menyatakan kehadiran teradu dalam ruang publik mendampingi dan menemani saudari Evi Novida Ginting Manik sebagai bentuk dukungan pribadi sebagai sahabat. Namun menurut DKPP hal tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang secara negatif atau tidak langsung sebab jabatan menjadi bagian yang tidak terpisahkan tetap senantiasa melekat pada setiap perbuatan dan tindakan teradu di ruang publik," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya