SOLOPOS.COM - Djoned Kusumo Widiyanto (FOTO: Lutfiyah/JIBI/SOLOPOS)

Djoned Kusumo Widiyanto (FOTO: Lutfiyah/JIBI/SOLOPOS)

Suara Djoned Kusumo Widiyanto bersama rekan-rekannya di lantai II Hotel Solo In samar-samar terdengar dari lobi hotel, Jumat (14/7). Obrolan itu tampak seru ketika sesekali diiringi suara tawa yang meluncur bersamaan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sejak memutuskan tinggal sementara di Solo, Djoned kerap menggelar pertemuan dengan rekan-rekannya di hotel miliknya. Di hotel bintang tiga itu pula ia kerap menerima sahabatnya dari luar kota seperti pengusaha yang juga Korwil Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3SI) Jakarta, Djoko Saksono.

Selain alasan mengurus bisnisnya, ayah dua anak, Angelo Parantomo dan Kalulla Harsyinta, menikmati tinggal di Solo karena ia menemukan kedamaian dan kehangatan di kota asal-usul leluhurnya. Ia menilai Solo merupakan kota berfrekuensi baik dan masih kental nilai budayanya.
“Tinggal di Solo saya merasa menjadi orang Jawa kembali,” katanya.

Pengakuan Djoned bukan tanpa alasan. Kendati asli Solo, anak pasangan Wiratmoko Diningrat dan Ani Rahayu selama ini menghabiskan hidupnya berpindah dari satu kota ke kota lainnya. Semasa masih remaja, ia dititipkan orangtuanya kepada keluarga pamannya yang seorang jaksa di Surabaya. Belum tuntas menyelesaikan pendidikan SMP, ia pindahkan ke SMPN 4 Solo.

Kepindahannya ke Solo tidak berlangsung lama karena ia memutuskan melanjutkan sekolah di Jakarta di SMAN 11 Bulungan. Uniknya, kembali ke Jakarta tidak serta-merta membuatnya bisa berkumpul bersama keluarganya. Sebab, orangtuanya justru kembali menitipkannya kepada orang lain. Saat itu, ia dititipkan kepada Lesilolo, Kepala SMAN 11 Bulungan untuk tinggal bersama.

“Orangtua dari awal ingin menjadikan saya Sumantri ngenger, katanya supaya saya tidak boleh jadi anak manja,” ungkapnya.

Djoned mengakui tujuan orangtuanya kala itu cukup berhasil. Selama tinggal berjauhan dengan keluarga, ia menjadi orang yang tertib dan disiplin terutama ketika tinggal bersama pamannya di Surabaya.    Djoned yang terbiasa hidup bergelimang fasilitas mampu mengimbangi kehidupan barunya dan mengikuti aturan pamannya seperti membersihkan kamar sendiri, mengepel bahkan diharuskan mencuci dan mengelap sepeda dengan minyak kelapa setiap habis dipakai.

“Di rumah waktu itu saya biasa dilayani karena ada 20 orang pembantu. Tapi ketika bersama paman, saya tidak bisa hidup seenaknya, apalagi berontak. Cuma kalau kangen, saya nekat kabur ke Jakarta naik kereta api. Kalau sudah bertemu ibu, saya balik lagi, baru pakai pesawat,” kenangnya.

Kedisiplinan dan kemandirian Djoned semakin teruji ketika ia tinggal di Amerika Serikat. Di negara Paman Sam itu ia melanjutkan kuliah di American Collage Los Angeles. Di tempat yang sama ia meneruskan pendidikan pascasarjana di Northtrop University.

Ia menyebut melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat sekaligus untuk memuaskan dahaga bertualang. Karena itu, selepas lulus, ia tidak segera pulang ke Tanah Air namun memilih bekerja dan merintis usaha di sana.

Atas saran dosen pembimbing, salah satunya Profesor Sabolic, di Amerika Serikat ia mendirikan sekolah playgroup bernama Jimbore. Belum puas, ia lalu merintis usaha mainan, pakaian dan merchandise khusus tokoh Mickey Mouse dan Mini Mouse bekerja sama dengan Disneyland.

“Kalau tertarik sesuatu saya pasti akan kejar. Saya orangnya spontan dan selalu komit dengan apa yang saya inginkan termasuk ketika saya membuka Widiyanto Enterprise yang bergerak dalam bidang real estate. Saya juga membuka butik, model pakaiannya mengikuti Italia dan Prancis tapi diproduksi di Turki lalu diedarkan di New Jersey,” bebernya.

Tidak cukup sampai di situ, Djoned yang sedari awal menggandrungi motor gede Harley Davidson juga merealisasikan mimpinya membuka Santa Monica Harley Davidson Shop yang membuat dan menjual aksesori dan segala hal yang berkaitan dengan motor mewah itu.

Ia mengaku sempat bekerja sama dengan Monty, mantan desainer mobil Ferrari untuk mengerjakan pesanan pelanggan seperti membuat kursi piano yang dipakai band Guns N’ Roses hingga membuat Harley Davidson tipe cruisers yang dipakai Arnold Schwarzenegger dalam film Terminator 2.

Namun, karena pertimbangan tertentu, pada 1995 Djoned memutuskan menutup semua usahanya di Amerika Serikat dan memilih kembali ke Tanah Air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya