SOLOPOS.COM - Pedagang menurunkan ketela di Pasar Telo Jogja (Harian Jogja/Mediani Dyah Natalia)

Harianjogja.com, JOGJA–Produksi ubi kayu dan jagung di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sempat mengalami kelebihan dibandingkan kebutuhan atau surplus. Namun surplus produksi ini tidak membuat DIY ingin mengekspor bahan makanan ini ke luar daerah.

Alasannya, surplus produksi ubi kayu dan jagung ini biasanya terjadi tidak terjadi rutin setiap bulannya. Surplus produksi ubi kayu dan jagung ini terjadi setahun hanya sekali saja.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop) DIY, Eko Witoyo mengatakan pantauannya di lapangan surplus ubi kayu dan jagung tidak terjadi setiap bulan.

“Jika hanya terjadi sesaat saja kami juga belum bisa memberikan keputusan akan diekspor atau semacamnya. Kami takut saat diekspor nanti malah tidak bisa berkelanjutan,” jelas Eko saat dihubungi Harianjogja.com, baru-baru ini.

Eko menambahkan selama ini menurut pantauan Disperindagkop di lapangan surplus dua komoditas ini terjadi pada saat akhir tahun. Pasalnya pada saat itu banyak petani memutuskan untuk menanam ubi kayu dan jagung karena tidak bisa ditanami padi.

“Banyak hal yang memengaruhi, salah satunya untuk memutus kehidupan tikus. Sebab jika sawah hanya ditanami padi terus, maka tikus akan berkembang biak menjadi banyak. Selain tentu masalah air yang kurang mengalir lancar saat musim kemarau,” jelas Eko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya