SOLOPOS.COM - Anggota staf Badan Ketahanan Pangan (BKP) Wonogiri, Supriyono, menunjukkan empat produk makanan olahan berbahan baku singkong, Kamis (28/5/2015). (Muhammad Ismail/JIBI/Solopos)

Diversifikasi pangan diupayakan dengan memproduksi olahan singkong. Namun upaya itu terkendala mahalnya biaya produksi mahal.

Solopos.com, WONOGIRI – Upaya Pemerintah Wonogiri (Pemkab) mengembangkan makanan berbahan baku singkong terkendala mahalnya biaya produksi.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Anggota staf Kantor Ketahanan Pangan (KKP) Wonogiri, Supriyono, mengatakan awal 2013 Pemkab Wonogiri menjadi salah satu daerah yang dipilih pemerintah pusat untuk mengembangkan makanan berbahan baku singkong atau ketela pohon.

Pengolahan makanan itu dipusatkan di Desa Johunut, Paranggupito dengan nama produknya Paguyuban Bimo.

“Kami diberikan empat jenis alat pengolahan makanan berbahan kaku singkong,” ujar Supriyanto saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (28/5/2015).

Dia mengatakan ada empat jenis produk dengan bahan baku singkong yakni tepung mocaf (modification casava flour), mi kering, beras, dan makaroni. Dari empat jenis produk itu hanya tepung mocaf yang sekarang masih diminati masyarakat.

“Harga produk mi kering, beras, dan makaroni bagi kalangan masyarakat tingkat bawah sangat mahal. Hal itu membuat ketiga makanan itu tidak banyak diminati,” kata dia.

Dia menjelaskan harga produksi untuk membuat makanan berbahan baku singkong itu sangat mahal sehingga tidak bisa diproduksi secara masal. Selain itu terkendala permodalan, promosi, dan pemasaran.

“Mi kering dijual dengan harga Rp2.000 /2 ons, makaroni Rp2.000 /¼ kg, beras Rp7.000 /¼ kg, dan tepung mocaf Rp7.000 /½ kg,” kata dia.

Dia mencontohkan biaya produksi beras berbahan baku ketela sebanyak 1 kg membutuhkan biaya Rp25.000. Sementara harga jualnya hanya Rp7.000 /½ kg.

Mahalnya biaya produksi, kata dia, membuat program makanan berbahan baku singkong itu sulit berkembang.

Dia mengaku pernah meminta Ketahanan Pangan Provinsi Jateng untuk memberikan solusi untuk dapat menekan biaya produksi. Namun, yang terjadi justru mereka meminta Pemkab untuk gencar melakukan promosi.

“Kami akan berupaya keras agar ketiga produk itu bisa laku seperti tepung mocaf. Salah satu caranya adalah menjual makanan itu ke minimarket yang ada di Wongiri,” papar dia.

Dimintai konfirmasi, Ketua Paguyuban Bimo, Wahyudi, mengatakan makanan berbahan baku singkong sebenarnya sangat potensial. Namun, karena terkendala modal, pemasarannya hanya kalangan terbatas.

“Kesan produk selama ini untuk segmen kelas menengah ke atas. Kami masih berharap besar agar Pemkab membantu promosi dan pengurusan izin usaha,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya