SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, KARANGANYAR — Pemkab Karanganyar menawari modal awal senilai Rp500.000 kepada sepuluhan pedagang makanan berbahan daging anjing (satai jamu/gukguk) agar beralih ke usaha lain menyusul rencana Pemkab menutup seluruh warung satai gukguk di Karanganyar.

Namun, tawaran itu ditolak oleh para pedagang itu. Mereka juga berencana menemui anggota legislatif untuk mengadukan persoalan itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bupati Karanganyar, Juliyatmono, mengundang 37 orang pedagang makanan berbahan daging anjing atau satai jamu di Ruang Anthurium kompleks Rumah Dinas Bupati Karanganyar, Kamis (20/6/2019). Bupati menjamu makan siang pukul 13.00 WIB.

Mereka datang tepat waktu sesuai undangan yang dikirim ke rumah masing-masing. Bupati datang agak terlambat dari waktu yang ditentukan karena menghadiri acara lain di Kecamatan Gondangrejo.

Ekspedisi Mudik 2024

Seluruh pedagang dipersilakan masuk dan duduk di kursi yang ditata mengelilingi meja bundar atau round table. Bupati menggunakan Ruang Anthurium untuk menjamu pejabat teras, artis, dan lain-lain.

Pemkab menyiapkan sejumlah menu di antaranya satai kambing dan menthok goreng sebagai menu utama. Menu pendamping sayur asem bening, cincang, lalapan, oseng daging sapi, dan bakmi kuning goreng.

Seluruh tamu undangan, kepala OPD, staf Pemkab, dan wartawan yang datang dipersilakan makan. Setelah rampung makan, Bupati menemui mereka dan berembuk.

Bupati mengumpulkan mereka untuk membahas penutupan usaha warung satai jamu dan mencari solusi mengalihkan ke usaha lain. Pembahasan diawali pemaparan data jumlah anjing yang dibunuh dan dikonsumsi di Soloraya pada 2018 kurang lebih 13.000 ekor. Anjing itu kiriman dari Jatim dan Jabar.

“Anjing itu tidak terjaga kesehatannya maka berbahaya dari sisi kesehatan bagi manusia yang mengonsumsinya. Salah satu bahaya itu rabies dan itu [rabies] mematikan. Saya tidak bahas soal agama. Ini soal kesehatan karena anjing bukan hewan ternak, tidak layak dikonsumsi, bukan lauk, dan lain-lain. Mumpung belum banyak yang jual di Karanganyar ayo saya dampingi,” kata dia membuka obrolan.

Bupati secara langsung meminta seluruh pemilik warung satai jamu itu menutup usaha dan beralih ke usaha lain. Dasarnya SE Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian No.9874/SE/pk.420/F/09/2018 tentang Peningkatan Pengawasan Terhadap Peredaran/Perdagangan Daging Anjing.

Pemkab menyiapkan pendampingan dana dan ekonomi keluarga sesuai kebutuhan masing-masing pedagang dan keluarga selama kurun waktu enam bulan. Contohnya Pemkab akan memberikan sembako apabila kesulitan makan selama proses alih pekerjaan.

Tenggat Satu Pekan

Pemkab memberikan waktu kepada puluhan pedagang satai jamu itu untuk berpikir selama satu pekan sebelum memutuskan beralih usaha. Bupati memberikan batas waktu hingga Jumat (28/6/2019).

“Bapak-bapak, ibu-ibu, kami dampingi setengah tahun dipantau usaha baru itu sukses atau enggak. Selama itu kalau tidak punya pangan kami beri beras, tidak punya uang kami beri modal. Pikir serius. Kalau tidak cocok, tak masalah. Jangan ada warung satai jamu di Karanganyar, pindahkan ke usaha menthok, kambing, mi ayam, bakso,” tutur Bupati.

Yuli, sapaan akrabnya, menjanjikan akan membina dan membantu usaha mereka hingga sukses. Dia mengakui persoalan tersebut tidak sesederhana menutup warung.

“Saya akui ini pilihan berat. Saya enggak ingin sampeyan susah. Saya pantau. Uang mau dipakai usaha apa saja boleh asal tidak jualan satai jamu. Yang mau segera mendaftar. Jumat pekan depan harus ganti profesi. Saya bina, dampingi sampai sukses. Saya sukan melarang berjualan tapi mending jualan yang lain saja,” ungkap dia.

Salah satu pemilik usaha satai jamu di Jaten, Suwanto, menolak rencana Pemkab menutup usaha satai jamu di Kabupaten Karanganyar. Anggota terpilih DPRD Solo itu mempertanyakan dasar hukum Pemkab Karanganyar menutup usaha.

Dia menilai dasar hukum SE Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian tidak bisa disamakan dengan peraturan daerah.

“Persoalan tidak hanya mengganti usaha. Tiga anak saya kuliah dan satu anak sekolah. Apakah cukup enam bulan untuk membiayai kuliah dan sekolah. Apakah nanti usaha sudah jalan atau tidak, laku atau tidak. Jualan boleh sama tetapi rezeki beda. Mohon diperjelas aturannya,” ujar dia saat ditemui wartawan seusai pertemuan.

Dia dan beberapa pemilik usaha satai jamu yang tidak sepakat dengan kebijakan Pemkab Karanganyar berencana mengadukan persoalan itu ke legislatif. Pantauan Solopos.com, sepuluhan orang sepakat tidak mengambil bantuan dana dari Pemkab. Mereka menulis nama dan nomor handphone pada secarik kertas.

Di sisi lain, salah satu pedagang satai jamu Mbah Pino di Dusun Mranggen, Desa/Kecamatan Matesih, Pino Atmo Wiyono, tidak menyoal apabila harus beralih usaha. Lelaki 78 tahun itu mengaku sudah berjualan satai jamu sejak 39 tahun lalu.

“Belum tahu nanti mau buka apa. Saya ambil [uang dari Pemkab]. Kalau untung lebih untung jual satai jamu. Satu ekor anjing Rp750.000 sampai Rp800.000 bisa untung Rp1,5 juta sampai Rp2 juta. Kalau dagang lain enggak bisa segitu,” ujar Pino.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya