SOLOPOS.COM - Kepala Disnakkan Sragen Rina Wijaya saat menjelaskan perlunya edukasi pengetahuan PMK di ruang kerjanya, Jumat (10/6/2022) siang. (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Penutupan pasar hewan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Sragen membuat sejumlah peternak nekat membuka pasar hewan liar. Disnakkan seringkali harus kucing-kucingan dengan peternak dalam menertibkan pasar hewan ilegal ini.

Keberadaan Pasar liar ini berisiko menjadi sarana penyebaran virus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Sragen yang terus meningkat setiap hari.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Disnakkan Sragen, Rina Wijaya, menegaskan pasar hewan ilegal alias pasar tiban ini dilarang selama adanya kebijakan penutupan pasar hewan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen sampai 24 Juni 2022 mendatang. Disnakkan berkoordinasi forum komunikasi pimpinan kecamatan (Forkompimcam) dalam penertiban pasar hewan liar , termasuk penampungan hewan kurban.

“Kami bekerja sama dengan muspika [Forkompimcam] untuk membubarkan pasar tiban itu. Intinya selama ada kebijakan penutupan pasar hewan hingga 24 Juni 2022 maka dilarang ada transaksi jual beli di luar kandang,” ujar Rina saat berbincang dengan Solopos.com di ruang kerjanya, Jumat (10/6/2022) siang.

Begitu menerima aduan masyarakat soal adanya pasar tiban, Disnakkan akan berkoordinasi dengan camat di wilayah di mana ada pasar tiban itu. Camat yang bersangkutan akan menggandeng aparat polsek untuk menindak.

Baca Juga: Sapi yang Baru Sembuh dari PMK Jangan Makan Banyak, Ini Alasannya

Rina menyadari selama ada penutupan pasar hewan memungkinkan muncul pasar hewan liar dan berpindah-pindah. Dia mengungkapkan kucing-kucingan dengan pedagang ternak itu biasa. Rina memahami para pedagang juga ingin menjual ternaknya.

“Maksud kami ya tunggulah sampai 24 Juni mendatang. Idealnya kambing atau sapi itu ada di kandang, tidak boleh ke mana-mana selama masa inkubasi 14 hari. Tujuannya supaya sehat dan untuk memutus mata rantai PMK,” jelasnya.

Edukasi mengenai gejala klinis hewan yang terserang PMK kepada masyarakat sudah dilakukan Disnakkan Sragen. Di antaranya melalui penyebaran leaflet dan sosialisasi oleh mantri hewan dan penyuluh pertanian lapangan (PPL).

Di sisi lain, Rina menambahkan, sudah ada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang hewan kurban yang terkena PMK. Selama tidak pincang atau lumpuh meskipun terkena PMK, hewan itu masih bisa jadi hewan kurban.

Baca Juga: Baru 3 Kodim di Soloraya yang Kerahkan Babinsa Bantu Tangani PMK

“Kami sudah mengumpulkan koordinator penyuluh dan mantri hewan untuk mengedukasi peternak dan warga terkait hewan kurban. Kami bekerja sama dengan Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Sragen untuk membuat surat edaran yang disebarkan ke sampai ke RT, PKK, dan takmir masjid. Kami juga mengedukasi masyarakat lewat siaran radio Buana Asri yang dikoordinasi Diskominfo,” jelasnya.

Kebijakan Baru

Lebih jauh Rina mengatakan kini ada kebijakan hewan kurban yang akan disembelih harus memiliki surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) yang masa berlakunya 12 jam. Atas dasar ketentuan itu, Rina mengimbau warga untuk membeli hewan kurban menjelang penyembelihan. Tetapi risikonya harganya jadi mahal.

“Disnakkan mengeluarkan SKKH dengan masa berlaku paling lama dua hari, tetapi aturannya hanya 12 jam. Dalam pemeriksaan hanya melihat gejala klinis hewan dan tidak sampai pada pengambilan sampel untuk laboratorium karena biayanya mahal, yakni sampai Rp450.000/sampel. Karena pemeriksaannya hanya gejala klinis, maka SKKH itu tidak bisa berumur panjang karena jaga-jaga bila masih masa inkubasi dan gajal klinis itu belum muncul,” jelasnya.

Baca Juga: Aman! Kementan Pastikan Ketersediaan Daging Bebas PMK Jelang Iduladha

Rina mengaku dokter hewan yang dimilikinya terbatas untuk melayani SKKH. Di Kabupaten Sragen hanya ada 11 dokter hewan yang memiliki izin praktik, enam di antaranya ada di Disnakkan. Dokter hewan berbeda dengan mantri hewan atau paramedik veteriner yang jumlahnya 63 orang.

“SDM mantri hewan pun belum sebanding dengan populasi ternak di Sragen. Idealnya kebutuhan matri hewan itu 100 orang dengan asumsi per kecamatan ada lima orang. Oleh karenanya peran babinsa dan bhabinkamtibmas itu strategis untuk membantu tugas-tugas Disnakan,” terangnya.

Rina mengimbau masyarakat yang menyembih hewan kurban ketika ada indikasi PMK maka hanya dagingnya saja yang dikonsumsi. Untuk kepala, jeroan, dan kaki dilarang untuk dikonsumsi.

Ketika memasak dagingnya pun, imbaunya, harus direbus mendidih minimal selama 60 menit atau lebih lama lebih baik.

“Selama penyembelihan nanti, kami akan melakukan monitoring dan evaluasi ke sejumlah daerah karena sangat memungkinkan hewan kurban tanpa SKKH tetap disembelih. Kami rujukannya fatwa MUI,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya