SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BANTUL—Banyaknya kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kaum buruh dituding sebagai akar munculnya pelbagai masalah antara pengusaha dan buruh.

Hal itu disampaikan Sekjen Federasi Serikat Buruh Independen Indonesia (FSBII) wilayah DIY, Aris Prihayanto kepada Harian Jogja, Rabu (9/11) siang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Aris, tanpa adanya kebebasan berserikat, para pekerja hanya bisa memendam kekesalan dalam hati soal rendahnya kesejahteraan yang mereka alami. Hal itu kian diperparah dengan pasifnya sikap pemerintah yang seolah menutup mata soal kondisi yang dialami warganya.

Walhasil, dengan sedikit pemicu saja, kekesalan itu mudah meluap dan berujung pada gelombang unjuk rasa. “Yang terjadi di PT Dong Young Tress Indonesia di Piyungan belum lama ini, adalah salah satu contohnya,” kata Aris.

Dia mengungkapkan, aksi unjuk rasa di pabrik pembuat wig (rambut palsu) itu bukan satu-satunya yang terjadi di Bantul. Aksi serupa juga pernah terjadi di perusahaan Ameya Living Style, Pajangan serta di garmen Gabela, Kasihan pada 2008 lalu.

Menanggapi hal itu, Kabid Hubungan Industrial (HI) dan Pengawasan Ketenagakerjaan (PK) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul R.B Yuhana mengatakan, tanpa adanya peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama, pihaknya kesulitan menindaklanjuti jika ada aduan dari karyawan soal rendahnya kesejahteraan selama bekerja.

“Kalau PPnya jelas, kita bisa melacak siapa yang salah. Bisa jadi perusahaan itu tidak serius menerapkan PP atau memang karena karyawannya yang tidak paham soal PP tersebut,” jelas Yuhanal.(HARIAN JOGJA/Dinda Leo Listy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya