SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SLEMAN — Tim penguji disertasi doktor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga menilai gagasan legalitas seks di luar nikah yang diangkat dalam disertasi berjudul Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital, sangat sulit diterapkan di Indonesia.

Tim penguji yang diketuai Yudian Wahyudi menyatakan pembaruan hukum perdata dan pidana Islam butuh proses yang panjang. Selain itu, seks tanpa nikah juga tidak sesuai dengan tradisi yang berkembang di Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Disertasi tentang gagasan seks Muhammad Syahrur tanpa nikah dalam hukum Islam itu diajukan staf pengajar IAIN Surakarta, Abdul Aziz, untuk mengejar titel doktor. Disertasi tersebut diuji dalam sidang terbuka, Rabu (28/8/2019).

Ekspedisi Mudik 2024

Abdul Aziz meneliti gagasan Syahrur, pemikir Islam kelahiran Suriah dan menyatakan seks di luar nikah tidak melanggar syariat sepanjang dilakukan dalam batasan-batasan tertentu, yakni dilakukan suka-sama suka dan tanpa tipu muslihat, tidak dipamerkan di tempat umum, tidak dengan yang sedarah, dan tidak dalam praktik homoseksual. Aziz mendapat nilai yang sangat memuaskan. Namun, tim penguji meminta judul dan draf disertasi direvisi.

“Pemahaman Syahrur tentang Milk Al Yamin harus ditambah akad nikah, wali, saksi, dan mahas. Sebagai konsekuensi kata-kata Syahrur, ‘Jika masyarakat menerima’, maka [gagasan tentang seks di luar nikah] harus mendapatkan legitimasi dari ijmak. Dalam konteks Indonesia, dibuat usulan meelalui MUI kemudian dikirim ke DPR agar disahkan menjadi undang-undang. Tanpa proses ini, pendapat Syahrur tidak dapat diberlakukan di Indonesia,” kata Yudian dalam jumpa pers menanggapi pemberitaan tentang disertasi Abdul Aziz di UIN Sunan Kalijaga, Jumat (30/8/2019).

Jika teori Syahrur diterapkan di Indonesia, kata Yudian, akan berbahaya karena bisa menghancurkan sendi-sendi keluarga. Penguji disertasi, Khoiruddin Nasution menyebutkan disertasi yang ditulis Aziz membahas pemikiran Syahrur yang mengkontekstualkan konsep Milk Al Yamin dalam kehidupan kontemporer.

Konteks tersebut adalah beberapa perkawinan yang bertujuan memenuhi kebutuhan biologis, seperti nikah mut’ah, al-misyar, friend, dan nikah al musakanah atau samen leven yang sering diidentikkan dengan kumpul kebo. Jenis pernikahan tersebut lazim di negara-negara Eropa dan Rusia, tempat Syahrur mengenyam pendidikannya.

Sementara, dalam tradisi musim, jenis pernikahan tersebut kontroversial. Menurut Khoiruddin ada ulama yang membolehkan sehingga umat muslim mengamalkan. Namun, ada pula ulama yang mengharamkan. Khoiruddin mengatakan teori Syahrur tidak tepat diterapkan di Indonesia karena Indonesia memiliki Undang-Undang (UU) No. 1/1974 tentang Perkawinan yang berangkat dari prinsip melindungi keluarga.

Penguji lain, Agus Najib, mengatakan pandangan Syahrur tentang seks tanpa nikah berangkat dari kebiasaan dan tradisi masyarakat Barat yang menoleransi samen leven atau kumpul kebo. Sementara, lantaran perbedaan kebiasaan dan tradisi, pandangan tersebut tak bisa diterima masyarakat muslim di Indonesia.

“Pandangan Syahrur secara teoritis masih diperdebatkan. Selain itu, secara praksis tidak sesuai dengan urf [tradisi] masyarakat muslim.”

Sebelumnya, kepada Harian Jogja, Abdul Aziz mengaku meneliti pemikiran Syahrur dan mengangkat disertasi tentang seks di luar nikah yang tidak melanggar syariat karena prihatin dengan persekusi dan kriminalisasi hubungan seksual konsensual atau berdasarkan kesepakatan. Menurut dia, berdasarkan konsep Milk Al Yamin Syahrur, hubungan seksual bukan sebuah kejahatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya