SOLOPOS.COM - Kuasa hukum Elza Syarief, Farhat Abbas, bersaksi disaksikan terdakwa kasus dugaan pemberian keterangan palsu Miryam S Haryani di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (4/9/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Muhammad Adimaja)

Farhat Abbas berdebat dengan Miryam S Haryani setelah pengacara itu menyebut istri Setnov minta bertemu Elza Syarif soal e-KTP.

Solopos.com, JAKARTA — Pengacara Farhat Abbas menyebut bahwa istri Ketua DPR Setya Novanto pernah meminta untuk bertemu dengan Elza Syarief terkait dengan kasus e-KTP.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Farhat juga mengungkapkan bahwa pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) terdakwa kasus keterangan tidak benar atau palsu, Miryam S Haryani, merupakan langkah untuk menutupi aliran dana kasus korupsi e-KTP.

“Jadi mereka berpikir kalau ini semua dicabut putus semua. Karena yang mengetahui aliran dana dan kepada siapa dibagikan itu Ibu Miryam. Makanya dia cabut,” ungkap Farhat, dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/9/2017), dikutip Solopos.com dari Okezone.

Farhat menuturkan pencabutan BAP yang dilakukan Miryam itu ditenggarai karena ada tekanan dari anggota DPR terkait kasus korupsi e-KTP tersebut.

Oleh sebab itu, Farhat menilai pencabutan BAP yang dilakukan Miryam untuk mematas rantai pemeriksaan yang telah dilakukan KPK. Mengingat, Miryam mengetahui banyak soal bagi-bagi uang korupsi e-KTP kepada anggota DPR lainnya.

“Apa dapat informasi dari Elza Syarif terkait komunikasi beliau dengan seseorang melalui aplikasi Whatsapp?” tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Luki Dwi Nugroho, dikutip Solopos.com dari Antara.

“Iya ada, pada saat proses itu dipanggil melalui Whatsapp, waktu itu ingin bertemu dengan Ibu Elza. Istrinya Pak Ketua Umum Golkar, hanya ketemu saja Pak,” jawab Farhat.

Farhat menjadi saksi untuk terdakwa anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang didakwa memberikan keterangan yang tidak benar dengan sengaja memberikan keterangan dengan cara mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan dalam kasus korupsi e-KTP.

“Realisasinya apakah bertemu?” tanya ketua majelis hakim Frangkie Tumbuwun.

“Ketemu juga akhirnya Pak, hanya memang sepertinya ada sesuatu untuk membicarakan persoalan itu. Tapi belakangan mungkin di-BAP berubah lagi seolah ada untuk urusan lain, begitu pak, tapi saya tidak ikut campur ke situ,” jawab Farhat.

Farhat hanya mengaku bahwa pertemuan itu terjadi sebelum Elza Syarief diperiksa sebagai saksi untuk kasus e-KTP di KPK. “Yang saya tahu untuk bertemu mungkin karena Bu Elza sebagai saksinya [e-KTP] sebelum diperiksa itu saja. Buktinya kan waktu itu saya dikasih rekamannya Pak, ada saya jadikan bukti itu, disita kan,” ungkap Farhat.

“Tapi saudara tidak tahu persis apa pertemuannya?” tanya hakim Frangkie.

“Hanya upaya pertemuan, tapi belakangan sudah ketemu tapi mungkin di BAP berikutnya mereka klarifikasi hanya untuk tujuan lain, saya tidak tanya lagi apa yang dibicarakan,” ungkap Farhat.

Farhat menceritakan hal itu sesuai dengan penuturan Elza Syarief kepada dirinya selaku pengacara Elza. Sebaliknya, Miryam mengatakan Farhat banyak berbohong.

“Keterangan saksi ini di BAP secara rinci dan keterangannya dari Bu Elza dan media massa, saya rasa dia tidak tahu kebenarannya apakah benar atau tidak. Jadi saya rasa banyak keterangan tidak benar yang disampaikan di sini. Jadi Farhat Abbas mohon dijadikan tersangka seperti saya memberikan keterangan yang tidak benar,” kata Miryam.

“Ibu mengatakan seperti Ibu semudah mencabut BAP di persidangan,” ucap Farhat.

Dalam perkara ini, Miryam didakwa memberikan keterangan yang tidak benar dengan sengaja memberikan keterangan dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP penyidikan yang menerangkan antara lain adanya penerimaan uang dari Sugiharto dengan alasan pada saat pemeriksaan penyidikan telah ditekan dan diancam oleh 3 orang penyidik KPK padahal alasan yang disampaikan terdakwa tersebut tidak benar. Pencabutan BAP itu terjadi dalam sidang pada Kamis, 23 Maret 2017.

Selanjutnya pada Kamis (30 Maret 2017), JPU menghadirkan kembali Miryam di persidangan bersama 3 penyidik yaitu Novel Baswedan, MI Susanto dan A Damanik. Ketiga penyidik itu menerangkan bahwa mereka tidak pernah melakukan penekanan dan pengacaman saat memeriksa terdakwa sebagai saksi.

Selanjutnya, diterangkan dalam 4 kali pemeriksaan pada 1, 7, 14 Desember 2016, dan 24 Januari 2017, kepada terdakwa diberi kesempatan untuk membaca, memeriksa dan mengoreksi keerangannya pada setiap akhir pemeriksaan sebelum diparaf dan ditandatangani Miryam.

Setelah mendengar keterangan 3 penyidik KPK, hakim kembali menayakan kepada Miryam terhadap keterangan tersebut. Atas pertanyaan hakim, Miryam tetap mengaku ditekan dan diancam penyidik KPK saat pemeriksaan, serta dipaksa mendatangani BAP. Miryam tetap menyatakan mencabut semua BAP termasuk keterangan mengenai penerimaan uang dari Sugiharto.

Terhadap perbuatan tersebut, Miryam didakwa dengan pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP yang mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya