SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Google/ kidnesia.com)

Ilustrasi (Google/ kidnesia.com)

Semarang (Solopos.com)–Dinas Perkebunan (Disbun) Jawa Tengah (Jateng) menyatakan bantuan pemerintah untuk kegiatan intensifikasi lahan kapas di wilayah tersebut tahun 2011 ini meningkat dibandingkan bantuan intensifikasi tahun 2010.

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

“Pada 2010 lalu, bantuan intensifikasi kapas hanya untuk lahan seluas 800 hektare, tahun 2011 ini ditingkatkan untuk lahan seluas 850 hektare,” kata Kepala Disbun Jateng, Tegoeh Wynarno Haroeno, di Semarang, Sabtu (21/5/2011).

Tegoeh menjelaskan bantuan intensifikasi kapas itu berasal dari anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN) dalam bentuk bantuan sosial yang diberikan pada petani kapas langsung dalam rekening kelompok taninya.

Bantuan intensifikasi kapas, lanjut dia, pada 2010 lalu diberikan pada petani kapas di empat wilayah, yakni Grobogan (350 hektare), Blora (150 hektare), Wonogiri (150 hektare), dan Brebes untuk lahan seluas 150 hektare.

“Tahun ini, ada lima wilayah yang diberi bantuan intensifikasi kapas, yakni Grobogan (400 hektare), Blora (100 hektare), Pemalang (100 hektare), Wonogiri (200 hektare), dan Brebes (50 hektare),” kata Tegoeh.

Ia menyebutkan besaran bantuan intensifikasi kapas yang dikucurkan sebesar Rp 740.000/hektare yang akan disalurkan melalui rekening kelompok tani untuk berbagai upaya meningkatkan produksi kapas di Jateng.

Terkait produksi kapas, ia mengakui selama ini memang masih kalah dibandingkan komoditas lain, seperti tebu dan kopi, apalagi secara nasional kebutuhan kapas oleh industri sekitar 99 persen dipenuhi produk impor.

“Produksi kapas dalam negeri selama ini hanya mampu menyuplai sekitar 0,2 persen kebutuhan industri, terutama tekstil, sisanya dipenuhi oleh kapas impor. Peningkatan produksi kapas ini menjadi tantangan,” jelasnya.

Tegoeh mengakui rendahnya produksi kapas dipengaruhi pula oleh para petani kapas yang beralih menanam komoditas lain karena dianggap lebih mudah dan menguntungkan, akhirnya produksi kapas tak bisa maksimal lagi.

Sebagai contoh, terang dia, masyarakat di sekitar kawasan Waduk Kedung Ombo yang dulu banyak menanam kapas sebelum waduk itu dibangun, namun setelah waduk tersebut dibangun memilih beralih menanam palawija.

“Tanaman kapas memang unik, karena membutuhkan air mulai umur 0-30 hari, namun setelah 30 hari tanaman tidak boleh terkena air sama sekali. Kalau sampai kena, kapas yang dihasilkan tak bisa putih bersih,”  urai Tegoeh.

(Antara/nad)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya