SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

KLATEN–Direktur Utama Badan Kredit Kecamatan (BKK) Wedi, Sri Astuti Fajarwati, dilaporkan mantan anak buahnya sendiri, Dwi Purwandari ke Kejaksaan Tinggi (Kejakti) di Semarang karena dituding melakukan praktik nepotisme.

“Kredit macet itu terjadi hampir di semua kantor cabang BKK di Klaten, tidak hanya di BKK Klaten Utara yang sama pimpin dulu. Lalu kenapa hanya saya yang dilaporkan ke kejaksaan. Di situ ada indikasi nepotisme yang dilakukan dia [Sri Astuti],” ujar Purwandari kepada Solopos.com, Selasa (2/10/2012).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mantan Direktur BKK Klaten Utara yang dipecat pada akhir Juni lalu itu menilai Sri Astuti tebang pilih dalam melaporkan kasus kredit fiktif dan macet yang menjerat dirinya. Purwandari menilai dirinya hanya menjadi tumbal dari carut-marutnya pengelolaan keuangan di tubuh BKK.

“Kerugian senilai Rp1,1 miliar itu sebagian besar adalah kredit macet. Kredit fiktifnya sangat kecil. Kalau kredit macet itu disebut tindakan korupsi, mengapa hanya saya yang diproses hukum,” kata Purwandari.

Laporan itu dikirimkan ke Kejakti pada tanggal 25 September lalu. Sri Astuti dinilai melanggar pasal 21 dan 22 UU No 28/1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. “Gaji sudah saya serahkan. Apa yang saya punya juga sudah saya jual untuk mengembalikan uang. Kalau dibilang tidak punya iktikad baik ya saya berontak,” tegas Purwandari.

Buktikan Sendiri

Sri Astuti sebelumnya juga dilaporkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang karena sudah memecat Purwandari dari Direktur BKK Klaten Utara sebelum mendapatkan putusan resmi dari pengadilan. Kuasa hukum dari Purwandari sudah melayangkan eksepsi kepada PTUN dengan alasan gugatan kepada Purwandari salah alamat. Akan tetapi, pihak PTUN belum memberikan kepastian untuk menerima atau menolak eksepsi tersebut.

Ditemui di kantornya, Sri Astuti mempersilakan langkah apapun yang ditempuh Purwandari. Dia membantah bahwa kerugian di BKK Klaten Utara senilai Rp1,1 miliar itu sebagian besar kredit macet.

“Kami sudah buktikan sendiri dengan mendatangi nasabah. Kredit fiktinya mencapai 60-70% dari kerugian Rp1,1 miliar itu. Sisanya adalah kredit macet,” tegas Sri Astuti.

Sri Astuti menjelaskan sesuai dengan Perda Provinsi Jawa Tengah No 42/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Merger, direksi perusahaan daerah berhak memberhentikan pegawai jika terindikasi melakukan korupsi. “Pengelolaan perusda itu menggunakan dana APBD sehingga masuk ranah korupsi kalau diselewengkan,” tegas Sri Astuti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya