SOLOPOS.COM - Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan bersama penyidik KPK menunjukkan barang bukti hasil operasi tangkap tangan KPK di Kementerian Perhubungan, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/8/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A)

KPK menetapkan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub sebagai tersangka kasus suap proyek di direktorat yang dipimpinya.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka dugaan suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2016-2017.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Setelah pemeriksaan awal yang dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek barang dan jasa di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017 yang diduga dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Laut ATB [Antonius Tonny Budiono],” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/8/2017).

KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan dua orang tersangka, yaitu Antonius dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK), Adiputra Kurniawan (APK).

Lebih lanjut, Basaria menyatakan dari kegiatan operasi tangkap tangan yang dilakukan pada 23-24 Agustus 2017, KPK mengamankan sejumlah uang dan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Pertama, empat kartu ATM dari tiga bank penerbit yang berbeda dalam penguasaan ATB.

Kedua, 33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang rupiah, dolar AS, poundsterling, euro, ringgit, senilai total Rp18,9 miliar tunai dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp1,174 miliar. “Sehingga total uang yang ditemukan di Mess Perwira Dirjen Hubla adalah sekitar Rp20 miliar,” kata Basaria.

Diduga, kata Basaria, pemberian uang oleh APK kepada ATB terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Menurut Basaria, KPK mengungkap modus yang relatif baru dalam operasi tangkap tangan kali ini. Modus itu adalah penyerahan uang dilakukan dalam bentuk ATM.

“Rekening dibuka oleh pemberi menggunakan nama pihak lain atau diduga fiktif selanjutnya pemberi menyerahkan ATM pada pihak penerima. Kemudian pemberi menyetorkan sejumlah uang pada rekening tersebut karena bertahap dan penerima menggunakan ATM dalam berbagai transaksi,” ucap Basaria.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, APK disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukumannya minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sebagai pihak yang diduga penerima, ATB disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya