SOLOPOS.COM - Kedutaan Besar Australia di Jakarta. (skyscrapercity.com

Solopos.com, JAKARTA — Seorang sopir yang di-PHK oleh Konsulat Amerika Serikat (AS) di Medan memenangkan tuntutan di Mahkamah Agung (MA). MA memerintahkan Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Indonesia untuk memberikan hak-hak sopir bernama Indra Taufiq yang telah di-PHK itu. Namun pihak Kedubes AS baru menyatakan masih mendalami kasus itu.

Dalam putusannya, MA menyatakan pihak AS tidak bisa berlindung dengan dalih kekebalan diplomatik. “Kami masih mendalami kasus tersebut dalam konteks hukum internasional yang berlaku dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintah Indonesia yang terkait,” kata juru bicara Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Indonesia, Troy Pederson, seperti dikutip Detik dari Majalah Detik edisi 112, Senin (20/1/2014).

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

Indra telah mengabdi selama 11 tahun di-PHK pada 26 Juli 2011. Sayangnya pemecatan ini tidak disertai dengan pemberian hak-hak Indra sebagai karyawan. Atas hal itu, Indra lalu mengajukan gugatan terhadap Konsulat AS di Medan dan Kedubas AS di Jakarta ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Medan. Sempat tidak diterima gugatannya, Indra lalu dimenangkan MA.

“Kedubes AS memiliki komitmen untuk memperlakukan semua pegawai lokalnya secara adil dan layak, serta berupaya mematuhi hukum dan peraturan setempat,” ujar Troy. “Perwakilan AS di Indonesia saat ini mempekerjakan lebih dari 1.200 karyawan lokal,” kata Troy.

Saat ini Indra bekerja serabutan sebagai sopir cabutan dengan mengikuti temannya. Indra sangat mengharapkan pemerintah AS mematuhi putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia itu. Pasalnya, hingga tiga kali didatangi Indra, pihak Konsulat AS belum juga mematuhi putusan MA itu. “Saya tunggu saja. Mungkin belum diberi jalan oleh Allah,” ujar Indra kepada Detik, Sabtu (11/1/2014).

Pria berusia 41 tahun ini mengaku dipecat Konsulat AS dengan tuduhan penyalahgunaan data oleh dirinya. Sayangnya, tuduhan itu hanya sepihak. “Tapi mereka tidak memberikan bukti otentik penyalahgunaan data apa, di mana dan kapan. Tidak jelas jadinya,” ujarnya.

Pemecatan ayah empat anak itu diiringi dengan musibah lainnya. Sesaat sebelum dipecat, istri keduanya Susi Triana baru saja habis operasi kanker usus. Hal itu terjadi seminggu menjelang bulan ramadhan. Adapun istri pertamanya meninggal pada 2008 karena kanker payudara. “Saya pusing dan kelimpungan karena banyaknya biaya yang harus ditanggung. Akhirnya saya mengadu ke Disnaker Medan,” kata pria kelahiran 29 Maret. Tak berapa lama setelah operasi, istrinya meninggal dunia.

Pengaduan itu langsung ditanggapi dengan cepat oleh Disnaker. Pihak Disnaker langsung melayangkan surat ke Konsulat AS di Medan. Namun surat yang berisi peringatan tersebut tidak pernah ditanggapi. Atas hal itu, Indra lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Medan.

PHI Medan menyatakan gugatan Indra tidak dapat diterima pada 26 April 2012. Indra lalu mengajukan kasasi dan dikabulkan. Dalam pertimbangannya, MA memutuskan pendapat PHI Medan yang menyatakan PHI Medan tidak berwenang untuk mengadili adalah tidak dapat dibenarkan. Sebab kasus yang diadili adalah kasus ketenagakerjaan antara pimpinan Konsulat AS di Medan dengan Indra.

MA lalu menghukum pihak Konsulat AS untuk membayar hak-hak Indra yaitu uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak sesuai Pasal 156 UU Ketenagakeraan. Namun sayang, meski Indra menang sejak 2 April 2013, tetapi hingga hari ini Indra belum mendapatkan hak-haknya sesuai putusan MA. “Jujur saja Mas, kondisi ekonomi saya sekarang masih tidak stabil,” ceritanya.

Selepas dipecat, pekerjaan baru Indra tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup untuk ia dan keempat anaknya. Indra pun terpaksa menitipkan dua anaknya kepada keluarga lain. “Saya di rumah bersama anak pertama saya Cut Tasya dan anak ketiga Jasmine Az Zahra. Anak kedua saya Akbar Maulana ikut dengan oomnya di dekat Kuala Namu. Yang kecil Aisyah Almeer ikut dengan neneknya,” papar Indra.

Cut Tasya, Akbar Maulana dan Jasmine Az Zahra adalah anak dari pernikahan pertamanya dengan Syafridah. Pada tahun 2009, Indra yang kala itu masih bekerja di Konsulat AS menikahi Susi Triana dan dikaruniai seorang putri yang diberi nama Aisyah Almeer. Namun sayang, Aisyah harus ditinggal oleh ibunya pada tahun 2011 karena kanker usus.

Berbagai jalan sudah ditempuh Indra untuk memperoleh hak-haknya. Ia bahkan mengaku sudah meminta bantuan dari UNHCR. Kuasa hukum Indra, Parlindungan HC Tamba, mengatakan bahwa Konsulat AS di Medan selalu mengelak ketika ditemui.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya