SOLOPOS.COM - Ilustrasi porang (Litbang Kementan)

Solopos.com, SOLO -- Tamanan porang kerap tak dilirik masyarakat karena umbinya bisa menimbulkan gatal-gatal. Kini, porang jadi primadona ekspor komoditas pertanian.

Dulu porang tak pernah dilirik oleh masyarakat karena dapat menimbulkan gatal di mulut. Namun, beberapa tahun terakhir, porang menjadi primadona karena diekspor ke Jepang untuk bahan baku beras shirataki atau beras diet.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kementerian Pertanian pernah melansir bahwa tanaman porang, seperti halnya dengan tanaman umbi-umbian lain, mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan serat pangan.

Karbohidrat merupakan komponen penting pada umbi porang yang terdiri atas pati, glukomannan, serat kasar, dan gula reduksi. Kandungan glukomannan yang relatif tinggi merupakan ciri spesifik dari umbi porang.

Baca Juga: Pengusaha Solo Melaporkan Bos Sinarmas ke Bareskrim Atas Dugaan Penipuan

Sebagaimana dikutip dari laman indonesia.go,id, Minggu (14/3/2021), glukomannan dapat dimanfaatkan pada berbagai industri pangan, antara lain, untuk produk makanan, seperti konnyaku, shirataki (berbentuk mie), sebagai bahan campuran/tambahan pada berbagai produk kue, roti, es krim, permen, jeli, selai, dan bahan pengental pada produk sirup, dan sari buah.

Selain itu, glukomannan dimanfaatkan oleh industri kimia dan farmasi, antara lain, sebagai bahan pengisi dan pengikat tablet, bahan pelapis (coating dan edible film), bahan perekat (lem, cat tembok), pelapis kedap air, penguat tenunan dalam industri tekstil, media pertumbuhan mikrobia, dan bahan pembuatan kertas yang tipis, lemas, dan tahan air.

Apabila tanaman dipanen pada satu periode tumbuh, kadar glukomannan dalam ubi berkisar antara 35-39%. Kadar tersebut terus meningkat sejalan dengan umur panen yaitu 46-48%, dan 47-55% masing-masing pada dua dan tiga periode tumbuh.

Masa Panen Porang

Sejak menjadi primadona, porang menjadi komoditas di berbagai daerah. Musim panen porang awal antara Maret sampai April, panen paripurna di Juli sampai Agustus.

Baca Juga: Sebentar Lagi Ramadan, Bagaimana Utang Puasa Kita?

Pada panen Maret-April, porang cenderung dihargai paling rendah karena kadar airnya masih tinggi. Sedangkan, harga tertinggi ada di panen keduanya. Yakni, antara bulan Juli-Agustus.

Kini porang menjadi primadona komoditas ekspor. Sejak 2016 sampai 2019, tren penjualan porang ke pasar ekspor selalu mengalami kenaikan. Pertanian.go.id menulis, tanaman porang memiliki nilai strategis untuk dikembangkan, karena punya peluang yang cukup besar untuk diekspor.

Catatan Badan Karantina Pertanian menyebutkan, ekspor porang pada 2018 tercatat sebanyak 254 ton, dengan nilai ekspor yang mencapai Rp11,31 miliar ke negara Jepang, Tiongkok, Vietnam, Australia, dan lain sebagainya.

Berdasarkan data Indonesia Quarantine Full Automation System (IQFAST)/Badan Karantina Pertanian (Barantan), pada semester pertama tahun ini, ekspor komoditas porang Indonesia sudah mencapai angka 14,8 ribu ton. Angka ini telah melampaui jumlah ekspor semester pertama pada 2019 dengan jumlah 5,7 ribu ton.

Baca Juga: Harga Gabah Anjlok, HKTI Nilai Tunda Jual Resep Ampuh

Jumlah ekspor komoditas porang pada semester pertama 2021 mengalami peningkatan sebesar 160 persen dibandingkan semester pertama 2019. Adapun tujuan utama ekspor komoditas porang adalah Tiongkok, Vietnam, Thailand, hingga Jepang.

Di Indonesia, sudah ada beberapa sentra pengolahan tepung porang yang kini jadi primadona ini, seperti di daerah Pasuruan, Madiun, Wonogiri, Bandung, serta Maros.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya