SOLOPOS.COM - Kelompok dagelan mataram asal Bantul Sekar Mataram saat tampil di lomba Dagelan Mataram 2013 di pendopo Dinas Kebudayaan DIY, Minggu (1/12/2013). (JIBI/Harian Jogja/kurniyanto)

Harianjogja.com, JOGJA-Dagelan Mataram, sebagai salah satu lawakan khas yang dimiliki Jogja sempat berjaya pada awal 70-80-an terutama di masa Basiyo. Tontonan dagelan mataram hampir sering ditemui baik di tingkat desa maupun kecamatan.

Namun sepeninggal Basiyo pada 1979 silam, kelompok dagelan mataram mulai menghilang satu persatu. Yang lebih memprihatinkan lagi, dagelan mataram ditinggalkan oleh penonton. Praktis sejak itu pula hingga saat ini perlahan tontonan dagelan mataram menghilang dan bahkan mati suri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bertempat di pendopo Dinas Kebudayaan DIY, Sabtu dan Minggu (30/11/2013-1/12/2013), Dinas Kebudayaan DIY mencoba menghidupkan lagi dagelan mataram dengan menggelar lomba yang diikuti sebanyak 10 grup dagelan DIY. Juara lomba tersebut pada 8 Desember ini akan dikirimkan ke TMII Jakarta untuk mengibur penonton disana.

Agus Amarullah, koordinator penyelenggara mengungkapkan lomba dagelan mataram tersebut sejatinya sudah digagas sejak setahun lalu namun baru terealisasi pada tahun ini. Lomba yang diselenggarakan atas dana APBD ini, kata Agus merupakan salah satu upaya untuk kembali menghidupkan dagelan mataram di tengah menjamurnya lawakan moderen seperti Stand Up  Comedy.
“Setelah mati suri kami mencoba menghidupkan kembali,” katanya kepada harianjogja.com, Minggu (1/12/2013).

Menurut dia, sebanyak 10 grup dagelan mataram yang tampil itu terdiri dari empat perwakilan kota Jogja, dua dari Sleman, tiga dari Bantul dan satu Gunungkidul. “Entah kenapa Kulonprogo tidak mengirimkan grup padahal sudah kami kirimkan undangan jauh-jauh hari,” katanya.

Masing-masing grup tersebut diminta untuk tampil sesuai dengan naskah yang mereka pilih dengan tampil selama 30 menit. Peserta diharuskan bermain sesuai dengan pakem dagelan mataram seperti mengenakan busana Jawa ala mataram, berbahasa Jawa diiringi alunan gamelan. “Kami mencari tiga penampil terbaik. Pemenang pertama akan dikirimkan ke Jakarta untuk tampil di TMII,” bebernya.

Tedjo Badut, salah satu pelaku seni tradisi yang juga turut menyaksikan lomba menilai hampir sebagian besar para penampil masih kurang mengerti dagelan mataram itu seperti apa.”Hanya satu grup yang saya lihat mendekati lawakan dagelan mataram yang sebenarnya. Selebihnya mereka seperti terjebak dalam sandiwara,” katanya.

Namun demikian di mengaku salut dengan upaya Dinas Provinsi DIY untuk menggelar lomba. “Tapi jangan cuman menyasar lingkup DIY, cobalah untuk masuk ke tingkat yang lebih kecil seperti desa dan kecamatan,” kata Tedjo yang juga menjadi penasihat juri lomba tersebut.

Menurut dia, dagelan mataram sudah menjadi ciri khas dari Jogja. “Kalau ketoprak hampir ada semua kota di pulau Jawa. Tapi dagelan mataram itu hanya Jogja yang punya. Sangat sayang sekali jika sebagai kekayaan punah begitu saja.” Kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya