SOLOPOS.COM - Pasar Jumat Pahing, salah satu kegiatan dalam tradisi Jemuah Pahing di Desa Menggoro (Instagram/@pasarjumatpaing)

Solopos.com, TEMANGGUNG —- Desa Menggoro di Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, memiliki berbagai kearifan lokal sejak zaman dahulu, di antaranya makanan khas, tempat ziarah, hingga pariwisata. Hal itu sangat erat kaitannya dengan sejarah desa tersebut yang tergambar dalam tradisi jemuah pahing.

Dihimpun dari sebuah karya ilmiah dari situs jom.untidar.ac.id, Jumat (17/12/2021), sejarah jemuah pahing bermula dari Mbah Pahing yang bernama asli Raden Abdul Kholiq (menurut silsilah Keraton  Cirebon) atau Raden Wiryo (menurut silsilah Keraton Yogykarta). Mbah Pahing ditugaskan oleh Sunan Kalijaga, salah satu anggota Wali Songo, untuk menyebarkan agama Islam di sekitar Desa Menggoro dengan menyelenggarakan mujahadah yang dilaksanakan setiam malam Jumat Pahing, seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga di wilayah Demak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sejak abad 14 Masehi sejak dimulainya mujahadah tersebut, jemaah mujahadah kian bertambah banyak. Hingga akhirnya, Mbah Pahing berinisiatif meminta istrinya untuk berjualan makanan dan minuman di sekitar masjid. Waktu pun berlalu, jumlah jamaah yang datang semakin banyak, hingga para tetangga turut berjualan di sekitar masjid.

Baca Juga: Lampor, Mitos Keranda Terbang Pemburu Pelaku Kekejian

Bahkan setelah Mbah Pahing wafat, orang-orang masih berbondong-bondong datang untuk berziarah sekaligus ber-mujahadah di Masjid Jami. Kegiatan tersebut kemudian menjadi lestari hingga saat ini dan pada akhirnya dikenal sebagai tradisi Pasar Jemuah Pahingan. Lokasi makam Mbah Pahing berada di Dusun Ngabean, terletak sekitar 300 meter dari Masjid Jami.

Dari tradisi ini timbul beberapa mitos yang berkembang di telinga masyarakat hingga saat ini, di antaranya siapa saja yang berhasil memeluk tiang Masjid Jami maka akan dikabulkan cita-cita dan harapannya; kemudian ada kepercayaan Kembang Boreh yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan menolak bala. Kembang Boreh diramu dengan paduan kapur sirih, dicampur dengan pewarna makanan berwarna kuning, irisan pandan, serta bunga mawar.

Ada juga mitos mengenai seseorang yang dapat terbebas dari nazarnya ketika melakukan ritual oles Kembang Boreh lalu melempar receh di perempatan desa. Selain itu mengenai mujahadah, ketika melihat atau mendengarkan sesuatu konon akan menjadi nyata. Kombinasi antara ziarah, mujahadah, pasar hingga mitos-mitos yang berkembang kemudian membentuk citra yang kuat di telinga masyarakat mengenai Jemuah Pahing.

Baca Juga: 6 Potensi Ini Jadi Daya Tarik Wisata di Temanggung

Ditambah adanya proses sejarah panjang yang menjadi keunikan serta diferensiasi dari kearifan lokal Desa Menggoro dibandingkan desa lainnya. Secara konsep, meski tengah berada di bawah komando pemerintah desa, akan tetapi pada kenyataannya pengelolaan Jemuah Pahing masih terpisah-pisah. Misalnya saja Masjid Jami yang dikelola oleh para takmir masjid, sementara Pasar Jemuah Pahing dikelola oleh para pemuda-pemudi dusun. Sedangkan untuk pengelolaan makam Mbah Pahing memiliki organisasi yang terstruktur sendiri di lingkungan makam.

Lebih lanjut, Jemuah Pahing tidak memiliki logo maupun slogan sebagai citra diri, Hal ini tentunya sesuai dengan pemikiran Vier Antaris yang menyatakan bahwa branding suatu kota atau daerah (city branding) dapat berupa pemikiran, perasaan, asosiasi dan ekspektasi yang akan datang dari benak seseorang ketika melihat atau mendengar sebuah nama, produk, layanan dan sebagainya.

Meskipun tidak memiliki simbol atau logo, akan tetapi tradisi Jemuah Pahing ini memiliki atribut-atribut yang sudah melekat, seperti makam dan gapura masuk Desa Menggono yang sering digunakan sebagai tempat untuk berswafoto, santapan kuliner hingga daya tarik lainnya yang menimbulkan kemacetan dan gegap gempita masyarakat.

Baca Juga: Asale Kawasan Makam Sunan Kuning Dikenal Sebagai Tempat Lokalisasi

Dari fenomena tersebut, branding dari tradisi Jemuah Pahing di Desa Menggoro ini pada akhirnya terbentuk secara dinamis dan tersebar melalui pola gethok tular atau dari mulut ke mulut, status media sosial para pengunjung, serta beberapa relawan media sosial yang dikelola secara individu,

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya