SOLOPOS.COM - Imam Yuda Saputra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Serikat pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah menggelar unjuk rasa di depan kompleks Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Tengah di Jl. Pahlawan, Kota Semarang, Rabu (21/9/2022).

Kali ini kelompok buruh tersebut menyuarakan penolakan terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Tuntutan lain yang disampaikan serikat pekerja dalam aksi itu adalah penetapan upah minimum provinsi (UMP) Jawa Tengah tahun 2023 yang mereka tuntut naik 13%.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Kalangan buruh ingin memanaskan pergerakan sebelum UMP 2023 diputuskan pada Desember 2022. Mereka menginginkan UMP tahun ini ditetapkan sesuai atau setidaknya mendekati tuntutan buruh.

Proses penetapan upah pekerja berupa UMP, upah minimum kabupaten/kota (UMK), maupun upah minimum regional (UMR) memang selalu menjadi pembahasan yang menarik menjelang akhir tahun. Selalu terjadi perdebatan di antara para pekerja, pengusaha, dan pemerintah.

Kalangan pekerja selalu menuntut kenaikan upah yang dianggap layak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kalangan pengusaha menilai tingkat kenaikan upah yang ditetapkan pemerintah setiap tahun sudah sesuai standar.

Keputusan pemerintah yang mengacu pada peraturan di tingkat pusat dianggap tidak mengakomodasi keinginan buruh. Pada tahun lalu saat Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan UMP 2022 mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.

Berdasar peraturan pemerintah tersebut, UMP Jawa Tengah hanya naik sekitar 0,78% atau sebesar Rp13.956, menjadi Rp1.812,935. Keputusan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/37 tentang Penetapan UMP Jawa Tengah 2022 itu jauh dari tuntutan buruh yang meminta kenaikan UMP sekitar 10% dari sebelumnya Rp1.798.979.

Mereka menganggap keputusan Gubernur Ganjar Pranowo itu tidak berpihak kepada kaum pekerja yang saat itu terbebani dengan biaya kebutuhan pokok akibat pandemi Covid-19. Apalagi, setelah diketahui UMP 2022 Jawa Tengah tergolong paling rendah dibanding UMP provinsi lain.

Dihimpun dari akun Instagram Kementerian Ketenagakerjaan @kemnaker, setiap daerah memiliki UMP yang berbeda-beda. UMP tahun 2022 tertinggi adalah DKI Jakarta yakni Rp4.641.854, sedangkan UMP terendah adalah Jawa Tengah, yaitu Rp1.812.935.

Berbanding Terbalik

UMP Jawa Tengah yang terendah ini berbanding terbalik dengan capaian target investasi di Jawa Tengah yang tergolong tinggi. Jawa Tengah menjadi salah satu daerah di Indonesia yang menjadi tujuan investor dalam negeri (penananam modal dalam negeri atau PMDN) maupun luar negeri (penanaman modal asing atau PMA).

Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jawa Tengah, pada semester I 2022, Jawa Tengah menempati urutan kedelapan sebagai daerah dengan capaian investasi tertinggi di Indonesia.

Realisasi investasi mencapai Rp27,02 triliun atau naik 6,88% dibanding capaian periode yang sama tahun lalu. Meningkatnya investasi di Jawa Tengah ini memang berdampak positif dalam penyerapan tenaga kerja.

Selama semester I 2022, penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah mencapai 116.067 orang atau naik sekitar 23,52% dibanding penyerapan tenaga kerja periode yang sama tahun 2021, yakni 22.102 orang.

Kendati demikian, penyerapan tenaga kerja yang masif seharusnya diimbangi dengan naiknya tingkat kesejahteraan pekerja. Memang ada teori klasik dari pakar ekonomi asal Inggris, Jhon Maynard Keynes, yang menyatakan upah rendah akan membuat perusahan menarik lebih banyak tenaga kerja.

Dengan kata lain, dengan upah rendah maka angka pengangguran bisa ditekan. Teori ini sudah dianggap usang dan dinilai sudah tidak relevan. Beberapa pakar bahkan menyatakan fakta pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai pandangan atau teori Keynes.

Upah yang rendah akan berimbas pada turunnya pendapatan dan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang turun berpotensi memicu turunnya harga-harga di pasar dan berimbas buruk pada investasi.

Belakangan ini, pemerintah telah memutuskan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 30%. Kenaikan harga BBM itu bakal memacu naiknya harga kebutuhan pokok lain yang semakin memberatkan buruh atau pekerja dengan tingkat upah rendah.

Belum lagi untuk memenuhi kebutuhan lain di luar pangan seperti biaya pendidikan maupun tempat tinggal yang terus naik setiap tahun. Data Rumah.com Indonesia Property Market Index menjelaskan indeks harga rumah dalam tiga tahun terakhir meningkat 10%, terutama di daerah perkotaan.

Oleh karena itu, tak mengherankan Ketika Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut masyarakat Indonesia akan semakin kesulitan membeli rumah. Terlebih bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau memiliki upah minimum yang rendah.

Pemerintah perlu memberikan jaminan kesejahteraan bagi kaum buruh atau pekerja jika tidak mampu memberikan upah yang sesuai dengan keinginan mereka. Setidaknya, pemerintah bisa mengakomodasi tuntutan buruh untuk menaikkan upah minimum atau UMP sesuai keinginan serikat pekerja, meski pun persentasenya tak semasif kenaikan harga BBM.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 23 September 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya