SOLOPOS.COM - Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengembalikan kebijakan larangan ekspor benur atau benih lobster. Kebijakan ini untuk mendorong pertumbuhan budidaya lobster di Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah NKRI.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

"Permen ini adalah salah satu wujud dari janji saya seusai dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada Desember 2020 lalu. Saat itu saya sudah menegaskan, BBL [benih bening lobster] sebagai salah satu kekayaan laut Indonesia harus untuk pembudidayaan di wilayah NKRI. Untuk pembudidayaan wajib dilakukan di wilayah provinsi yang sama dengan lokasi penangkapan BBL," urai Menteri Trenggono, seperti rilis yang diterima Solopos.com, Jumat (18/6/2021).

Kebijakan larangan ekspor benur sejatinya sudah diterapkan sejak era Susi Pudjiastuti menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun kebijakan itu dicabut oleh Edhy Prabowo yang menggantikan Susi. Kebijakan itu berujung pada terkuaknya kasus korupsi ekspor benur yang membuat politikus Partai Gerindra itu dibui.

Baca Juga: Untung Rp38 M Eksportir Benur Terungkap di Sidang Edhy Prabowo

Menteri Trenggono berharap melalui aturan tersebut, semua pemangku kepentingan bisa menjadi sejahtera dalam mengelola kekayaan laut berbasis ekonomi biru. "Mari bersama kita kawal implementasi dari aturan ini di lapangan nantinya," pungkas Menteri Trenggono.

Muatan materi dalam Permen KP 17/2021 meliputi prosedur penangkapan benih bening lobster (puerulus) atau lobster yang belum berpigmen. Selain itu,  pembudidayaan BBL; prosedur penangkapan dan/atau pengeluaran lobster (Panulirus spp.), dan prosedur pengelolaan kepiting dan rajungan.

Kampung Lobster

Plt Dirjen Perikanan Budidaya KKP, TB Haeru Rahayu, mengatakan kebijakan pelarangan ekspor BBL ini untuk mendorong pertumbuhan budidaya lobster di Indonesia. Sebab lobster merupakan salah satu komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tinggi.

"Lobster merupakan salah satu dari tiga komoditas yang menjadi prioritas perikanan budidaya, selain udang dan rumput laut," ungkap Tebe, sapaan TB Haeru.

Saat ini Indonesia merupakan produsen lobster terbesar kedua di dunia dengan share produksi dari total produksi lobster dunia sebesar 31,59%. Di urutan pertama ada Vietnam yang memiliki share produksi 62,5%.

Dengan adanya peraturan yang berpihak pada pengembangan usaha budidaya lobster di dalam negeri, sambung Tebe, tugas selanjutnya adalah memacu perkembangan budidaya lobster di Indonesia. Salah satunya dengan mengembangkan kampung lobster.

Sementara itu, Plt. Dirjen Perikanan Tangkap, KKP Muhammad Zaini, mengatakan terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan penangkapan benur di perairan Indonesia. Hal itu meliputi penangkapan BBL hanya dapat dilakukan oleh nelayan kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan dan telah ditetapkan oleh dinas provinsi.

Kemudian nelayan kecil yang akan melakukan penangkapan benur harus mengajukan pendaftaran kepada Lembaga Online Single Submission (OSS). Baik secara langsung atau dapat difasilitasi oleh dinas.

Selain itu, penangkapan benur juga harus menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. "Penangkapan benih bening lobster wajib menggunakan
alat penangkapan ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," urainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya