SOLOPOS.COM - Penjual menghias pohon natal yang dijual di salah satu toko di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (21/12/2019). (Antara-Arnas Padda)

Solopos.com, JAKARTA -- Larangan perayaan Natal di Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat, memperpanjang catatan kasus intoleransi di Indonesia. Meski menghadapi larangan, umat Kristiani di Dharmasraya masih tetap berharap keinginan mereka untuk dapat secara berjemaah merayakan kelahiran Sang Mesiah bisa terwujud.

Pada Minggu (22/12/2019), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan larangan perayaan Natal di Kabupaten Dharmasraya sedang diselesaikan baik-baik. Namun Mahfud tidak menjelaskan teknisnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Jemaat Stasi Santa Anastasia yang beranggotakan 40 orang sudah menggelar persiapan untuk menggelar kebaktian Natal dalam rangka memperingati hari kelahiran Yesus Kristus tersebut.

Namun, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya mengeluarkan larangan perayaan Natal melalui surat pemberitahuan pada 10 Desember 2019. Inti surat itu menyebutkan pelarangan perayaan Natal secara bersama-sama, kecuali di rumah ibadah resmi.

Puncak Mudik Natal 25 & 29 Desember 2019, Tol Soker Diprediksi Padat

Salah satu alasannya adalah untuk menghindari dampak sosial atas "keberadaan rumah yang dijadikan tempat ibadah" oleh umat Kristiani.

Trisila Lubis, salah satu anggota Jemaat Stasi Santa Anastasia, mengaku sangat kecewa dengan pelarangan ini. Dia mengatakan di kawasan tempat tinggalnya tidak ada gereja dan gereja terdekat jaraknya sekitar 120 kilometer di Kota Sawah Lunto.

Menurut Trisila, aturan ini sudah berlaku sejak 2017, karenanya Jemaat Santa Anastasia sangat rindu untuk merayakan Natal. "Kami rela tapi menangis, pasrah tapi sedih, itulah yang kami alami saat ini," seperti dikutip Suara.com dari ABC Indonesia.

"Kalau sudah dilarang ya sudahlah, kami tidak akan berunding lagi, daripada gaduh, biarlah kami tidak merayakan Natal. Tidak kumpul-kumpul," ungkapnya kepada ABC Indonesia.

Bantah Larang Natal

Kasus pelarangan merayakan Natal yang dialami sejumlah umat Kristiani di Kabupaten Dharmasraya menuai kecaman, termasuk dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM. Komnas HAM telah menyatakan pelarangan perayaan Natal adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Rudy Soal Pilkada Solo: Bukan Alergi Milenial, Tapi Masak Partai Dicabik-Cabik?

Mereka juga mendesak pemerintah Kabupaten Dharmasraya memastikan setiap warga negara terpenuhi haknya dalam menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya masing-masing. Tapi otoritas Pemerintah Kabupaten Dharmasraya membantah ada pelarangan merayakan Natal di wilayahnya.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama di Sumatra Barat, Hendri, dalam siaran persnya hari Minggu (22/12/2019) menyatakan pemerintah setempat hanya membatasi perayaan Natal di luar tempat ibadah.

Dia juga mengatakan keputusan ini adalah hasil kesepatakan dengan sejumlah kelompok dan forum umat beragama, yang sepakat untuk merayakannya di rumah masing-masing. "Pelaksanaan ibadah umat Kristen tidak dilarang. Namun, kalau berjamaah silakan dilaksanakan di tempat resmi yang sudah disepakati," katanya.

Kasus Sejenis

Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka), lembaga yang mengadvokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Sumatra Barat, tak hanya mengecam sikap Pemkab Dharmasraya. Organisasi ini juga mengkritik sikap pemerintah pusat yang belum menawarkan solusi agar hak jemaat Stasi Anastasi untuk merayakan Natal bisa dipenuhi.

Rudy Balas Maruarar Sirait: Orang Jakarta Kok Komentari Pilkada Solo!

"Pemerintah hanya ribut pada isu tidak ada pelarangan dan mengatakan sudah ada kesepakatan. Mana ada kesepakatan sepihak? Kesepakatan itu harusnya mewadahi aspirasi kedua pihak," katanya.

"Kalau tidak ada pelarangan, faktanya warga harus merayakan Natal di kota lain. Itu artinya sama saja tidak boleh beribadah di daerahnya," tambah Sudarto.

Ia menambahkan organisasinya kini sedang menangangi delapan kasus serupa, termasuk di Jorong Kampung Baru Nagari Sikabau.

Menurutnya, Sumatra Barat memang memiliki keunikan dengan kuatnya penerapan syariat Islam. Tapi sebagai bagian dari NKRI seharusnya ada aturan bersama yang harus diakui setiap warga negara. "Tidak boleh juga karena ini daerah Islam, pemeluk agama lain tidak boleh beribadah di situ," kata Sudarto.

Penemuan Kerangka Manusia, Ibunda Seli Mimpi Bertemu Anaknya di Septic Tank

Yayasan demokrasi dan perdamaian, Setara Institute juga mengatakan pemerintah perlu membuat kebijakan lain karena banyaknya kasus sejenis. "Termasuk membuat kesepakatan bersama, bagaimana mengatasi masalah-masalah intorelan, masalah pendirian rumah ibadah," kata Bonar Tigor Naipospos dalam sebuah konferensi pers, Sabtu (21/12/2019).



Hasil indeks kerukunan umat beragama yang dirilis Kementerian Agama pada 2019 menempatkan Sumatra Barat pada posisi terburuk kedua dalam hal toleransi beragama setelah Provinsi Aceh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya