SOLOPOS.COM - Aung San Suu Kyi (JIBI/Reuters)

Dandhy Laksono merespons pelaporan dirinya oleh Repdem Jatim, sebuah organisasi sayap PDIP.

Solopos.com, SOLO — Aktivis dan jurnalis Dandhy Laksono menjawab pelaporan dirinya ke Polda Jatim oleh Ketua Dewan Pengurus Daerah Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur, organisasi sayap PDIP, Abdi Edison, Rabu (6/9/2017) lalu. Meski dia mengaku terkejut atas pelaporan itu, Dandhy menyebut ada banyak masalah yang harus mendapat perhatian publik lebih besar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dandhy dilaporkan atas unggahan di akun Facebook, Minggu (3/9/2017) lalu, yang berjudul SUU KYI dan MEGAWATI. Tulisan itu mengkritik sikap diam peraih Aung San Suu Kyi — pemimpin de facto Myanmar yang juga Nobel Perdamaian 1991 — atas pembantaian etnis Rohingya oleh militer dan kelompok garis keras negara itu.

Tulisan opini tersebut mengkritik sikap Aung yang dinilai Dandhy seolah menjadi bagian dari militer Myanmar. Dalam konteks itu, dia membandingkan dengan sikap John F Kennedy yang kewalahan keinginan Pentagon untuk berperang dengan Soviet dalam kasus invasi Teluk Babi, Kuba. Sebaliknya, Aung saat ini terkesan membiarkan sikap para jenderalnya.

Dalam tulisan itu, dia juga mengutip pidato kemenangan Megawati Soekarnoputri di Lenteng Agung, 29 Juli 1999, yang di antaranya menjanjikan kesejahteraan untuk rakyat Aceh — termasuk memberikan hasil Arun (ladang gas Arun) — dan Papua. Namun, dia menyinggung di era Presiden Megawati terjadi Darurat Militer di Aceh.

Oleh pelapor, opini Dandhy, termasuk kasus-kasus penangkapan di Papua, dinilai memungkiri fakta bahwa pemerintah Presiden Joko Widodo berupaya keras membangun infrastruktur dan negosiasi Freeport Indonesia, khususnya divestasi 51% saham. Begitu pula tentang kabar ratusan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menyerahkan diri dan bergabung dengan NKRI.

“Pertama, seperti halnya kita semua, saya juga terkejut dengan pelaporan itu. Alih-alih mendapat kiriman artikel bantahan atau perspektif pembanding, yang datang justru kabar pemolisian,” tulis Dandhy dalam pernyataan tertulisnya merespons pelaporan itu, Kamis (7/9/2017).

“Kedua, kawan-kawan pengacara dari berbagai lembaga bantuan hukum maupun individu-individu, menyarankan agar semua respons terkait kasus ini hendaknya terukur. Saran ini agak mengganggu kebiasaan saya yang cenderung lebih spontan. Tapi mereka banyak benarnya.”

Menurutnya, dia sedang mengkaji pelaporan tersebut dari sudut pandang hukum dan politik. “Ketiga, hari-hari ini banyak persoalan yang menuntut perhatian publik lebih besar, seperti kasus petani Kendeng yang mengalami kriminalisasi dan pembongkaran tenda keprihatinan di Jakarta, peringatan 13 tahun pembunuhan Munir, dan melanjutkan solidaritas terhadap warga Rohingya.”

Dandhy juga menyinggung pelaporan tiga media massa yang memberitakan kasus Novel Baswedan hingga kasus penolakan warga Banyuwangi terhadap tambang emas. “Dibanding kasus-kasus tersebut, apalagi penangkapan 4.996 orang Papua sepanjang 2016 dan tragedi Rohingya, kasus pelaporan ini tentu tidak ada apa-apanya,” ujarnya.

Dia juga menyebut tidak ada yang perlu dimediasi terkait tulisannya tersebut. Dia mengaku tidak pernah punya masalah dengan kelompok politik manapun. “Keempat, langkah polisi atas pelaporan ini juga akan ikut menentukan sikap apa yang kita semua harus lakukan di tahap selanjutnya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya