Semarangpos.com, SEMARANG — Banyaknya bencana gempa bumi di Tanah Air membuat lima mahasiswa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (Undip) tergerak untuk merancang bahan baku pembuatan atap yang tahan atau kukuh saat terjadi guncangan.
Tak disangka, ide kreatif kelima mahasiswa bernama Yunia Rahmadani, Laitaufa Nida, Nurul Halwiyah, Ibadurahman, dan Rifqi Ruqwi Ratifta itu berbuah manis. Inovasi mereka, berupa genting tahan gempa, berhasil meraih medali emas dalam ajang International Trade Fair of Ideas, Inventions, and New Product (Inea) di Nurenberg, Jerman, 1-4 November ini.
Promosi Wealth Management BRI Prioritas Raih Penghargaan Asia Trailblazer Awards 2024
Ketua tim, Yunnia Rahmadanni, mengatakan pembuatan genting tahan gempa itu sebenarnya sama dengan genting lain yang menggunakan material semen dan pasir. Hanya saja, pada genting kreasi mahasiswa Undip itu dicampur bahan dari styrofoam.
Bahan styrofoam diambil dari tempat pembuangan akhir (TPA) dekat kampus. Limbah itu lantas dihancurkan menjadi butiran kecil dan dicampur dengan semen serta pasir untuk membuat genting.
“Ide membuat produk ini terinspirasi dari keprihatinan kami akan banyaknya limbah styrofoam. Kami sadar styrofoam tidak ramah lingkungan karena sulit diurai. Oleh karena itu, kami pun berpikir untuk memanfaatkannya,” ujar Yunnia saat dijumpai wartawan di kampus Undip, Tembalang, Semarang, Senin (26/11/2018).
Kendati demikian, Yuniia mengaku tak mudah mengolah serpihan styrofoam. Beberapa kali genting buatannya retak bahkan hancur saat diuji coba di laboratorium.
“Mudah retak. Apalagi kalau kebanyakan styrofoam akan menurunkan kualitasnya juga. Kita lalu memakai perbandingannya 2:3 persen. Atau sekitar 1 ons styrofoam,” ungkapnya.
Dosen Pembimbing Teknik Sipil Undip, Mohammad Nur Sholeh, mengatakan pemakaian styrofoam sebagai bahan baku genting merupakan ide yang cemerlang. Terlebih lagi, sampah dari styrofoam cukup banyak ditemui di kampus Undip Semarang.
Sholeh mengatakan genting inovasi berbahan campuran styrofoam ini telah diuji dalam berbagai metode dan terbukti tahan terhadap guncangan. Hal itu dikarenakan genting tersebut memiliki bobot yang ringan dan kelentingan yang tinggi jika dibanding dengan genting dari beton.
Sholeh menyebutkan genting buatan mahasiswanya itu memiliki tekanan rata-rata 1,59 MPa, modulus elastisitas 496 MPa, modulus of ruture 0,6282 MPa, dan berat rata-rata 760 kg/m3.
“Penambahan styrofoam dilakukan dengan komposisi tertentu, agar menghasilkan genting yang ringan serta memiliki kelentingan yang optimal, sehingga dapat meminimalisasi korban jiwa akibat tertimpa reruntuhan atap akibat gempa,” ujar Sholeh.
Produk genteng inovasi yang ramah lingkungan ini bisa menyerap limbah styrofoam sebanyak 5 kg/m2 genteng. Jika asumsi satu rumah atapnya 40 meter persegi, maka limbah styrofoam yang dapat diserap mencapai 200 kg.
KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya