SOLOPOS.COM - Aung San Suu Kyi (Reuters)

Solopos.com, MYANMAR — Junta Myanmar pada Senin (6/12/2021) mengatakan hukuman penjara pemimpin sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, dikurangi menjadi dua tahun yang awalnya empat tahun. Ia dijatuhi hukuman atas dakwaan hasutan terhadap militer dan melanggar pembatasan pandemi, media pemerintah melaporkan.

Mantan Presiden Win Myint juga dijatuhi hukuman dengan tuduhan yang sama, dan sekarang juga dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Demikian seperti dikutip Liputan6 dari laman DW Indonesia, Rabu (8/12/2021).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Junta awalnya memvonis Aung San Suu Kyi dan Win hukuman empat tahun penjara, tetapi kemudian mengumumkan pengurangan hukuman. Media pemerintah menyebutnya sebagai pengampunan parsial dari pimpinan junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing.

“Mereka akan menghadapi dakwaan lain dari tempat mereka tinggal sekarang,” kata juru bicara junta Myanmar Zaw Min Tun, Senin.

Ini adalah keputusan pertama sejak penggulingan dan penangkapan Suu Kyi menyusul kudeta militer pada 1 Februari. Suu Kyi juga menghadapi beberapa dakwaan lain yang bisa membuatnya menghabiskan sisa hidupnya di penjara jika terbukti bersalah dalam semua dakwaan.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Termasuk Omicron Melonjak, RS di Korsel Mulai Kewalahan

Dianggap Krisis Kemanusiaan

Sebelumnya, pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi pada Selasa 19 September 2017 akhirnya bicara ke dunia soal krisis di Rakhine yang memicu eksodus massal warga Rohingya ke Bangladesh

Kepada DW, Emerlynne Gil, Wakil Direktur Penelitian Asia Tenggara Amnesty International, mengatakan bahwa Suu Kyi jelas tidak menerima pemeriksaan yang adil.

Gil menambahkan bahwa penggunaan taktik penindasan oleh militer untuk menindak lawan-lawannya menunjukkan “betapa tidak tersentuhnya” junta.

Wakil Direktur Regional Kampanye Amnesty International, Ming Yu Hah, mengatakan hukuman Suu Kyi atas tuduhan palsu adalah contoh terbaru dari tekad militer untuk melenyapkan semua oposisi dan mencekik kebebasan di Myanmar.

Ming memperingatkan bahwa kekerasan yang sedang berlangsung antara militer dan kelompok-kelompok bersenjata pro-demokrasi akan menimbulkan krisis kemanusiaan.

Baca Juga: Ilmuwan AS: Omicron Tak Lebih Buruk dari Varian Covid-19 Sebelumnya

“Tanpa tanggapan internasional yang tegas, terpadu dan cepat, ini bisa dan akan menjadi lebih buruk,” kata Ming dalam siaran persnya.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell, mengatakan pada Senin (6/12) bahwa UE mengecam keras putusan bermotivasi politik sebagai kemunduran besar bagi demokrasi di Myanmar.

“Ini merupakan langkah lain menuju pembongkaran supremasi hukum dan pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut di Myanmar,” kata Borrell dalam sebuah pernyataan. Ia menambahkan bahwa tindakan militer menunjukkan penghinaan total terhadap kehendak rakyat di Myanmar.

“Rakyat Myanmar sangat menolak kudeta militer dan menunjukkan keinginan mereka yang tak tergoyahkan untuk sebuah negara di mana aturan hukum, hak asasi manusia dan proses demokrasi dihormati, dilindungi, dan dijunjung tinggi,” kata Borrell.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya